Nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif.
disusun oleh enency pasaribu
mahasiswa dept bahasa batak Agkt 04
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia mempelajari dan menggunakan bahasa daerah dalam interaksi kehidupan masyarakat. Ucapan dan cara penyampaian ide-ide dipengaruhi kebiasaan yang lazim digunakan oleh masyarakat itu. Bahasa daerah tetap dipelihara oleh negara sebagai bagian kebudayaan yang hidup.
Bahasa Batak Toba (yang selanjutnya disingkat BBT), merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih digunakan oleh masyarakat pendukungnya dalam kehidupan berinteraksi sehari-hari. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai bahasa pertama dalam komunikasi sosial dari berbagai lapisan masyarakat Batak Toba.
Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang universal mempunyai peranan penting sehingga melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya suatu bangsa. Komunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan pemahaman dan pemberian respon yang kita berikan dapat berupa kalimat perintah, berita, pertanyaan, jawaban, dan lain-lain. Namun ada orang yang beranggapan bahwa kompetensi penggunaan bahasa seakan-akan dicapai dengan sempurna melalui keturunan dan warisan saja.
Pandangan ini keliru karena kemampuan penguasaan dan penggunaan bahasa harus melalui latihan-latihan baik mengenai pengucapan maupun mempergunakan bahasa dengan baik dan benar. Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambag bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf 1984:16).
Di lain pihak ada komunikasi dilakukan dengan tulisan. Hal tersebut berarti kompetensi menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan dan kemampuan memakai apa yang dicoba. Jadi relevansi bahasa terhadap pemikiran manusia sangat erat sekali. Sesuai dengan kodrat manusia maka kerangka karangan pemikirannya tetap berkembang, sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya sehingga perkembangan bahasa juga ikut serta di dalamnya. Bukti yang nyata adalah ilmu pengetahuan dengan perkembangan tidak mungkin diterapkan tanpa bahasa.
Tidak selamanya seseorang yang berbahasa itu dapat menganalisis suatu bahasa yang akurat, baik bahasa ibu yang sedang atau yang akan dipelajari. Ilmu kebahasaan yang dimiliki akan menolong penutur untuk menuturkannya sebagaimana dituturkan oleh penutur asli bahasa itu.
BBT yang kita ketahui terdiri atas beberapa dialek, di antara dialek tersebut masih berperan di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, misalnya dengan ucapan, kegiatan kemasyarakatan dan interaksi sosial berlangsung dengan menggunakan BBT baik di tempat asal penutur di Kabupaten Toba Samosir maupun di daerah lainnya di tempat perantauan mereka.
Di Indonesia penelitian mengenai bahasa daerah kurang mendapat perhatian dari ahli bahasa, khususnya terhadap BBT. Mengingat hal ini penulis merasa perlu mengadakan penelitian terhadap bahasa Toba demi kelestarian bahasa tersebut. Penulis memilih judul Nominalisasi BBT: Kajian Transformasi Generatif, karena penulis merasa penelitian mengenai judul tersebut belum ada.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah di dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif?
2. Bagaimana fungsi nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif.
2. Untuk mengetahui fungsi nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai:
1. Bahan perbandingan penelitian mengenai nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif.
2. Acuan mata pelajaran bahasa daerah khususnya mengenai nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif, mulai dari siswa SD (Sekolah Dasar) hingga sekolah lanjutan yang ada di wilayah penutur BBT tersebut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Hasil penelitian ini akan dipertanggung jawabkan, karena itulah disertakan data-data yang akurat dan yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti.
Ada beberapa buku yang dipakai dalam penelitian ini seperti buku karangan Mgr. Dr. Anicetus B. Sinaga OFMcap dengan judul Tata Bahasa Batak Toba, buku Harimurti Kridalaksana dengan judul Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia dan beberapa buku kebahasaan lainnya.
Berkaitan dengan judul skripsi yang penulis bicarakan, terlebih dahulu penulis menguraikan bebrapa defenisi tentang nominal atau kata benda sebagai berikut.
Sinaga (2002: 123) mengatakan, “Kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, konsep, dan pengertian. Dalam kalimat yang predikatnya kata kerja, maka kata benda ini cenderung menduduki fungsi subjek, objek dan pelengkap. Kata benda ini umumnya juga dapat diikuti oleh kata sifat”
Kridalaksana (1990 :66) mengatakan, “Kata benda adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk (1) bergabung dengan partikel tidak (2) mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari”.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kata benda (nomina) adalah nama dari sebuah benda dan segala yang dibendakan.
2.2 Teori yang Digunakan
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.
Dalam membahas penelitian ini penulis menggunakan teori morfologi generatif dan analisis morfologi. Teori yang digunakan dalam analisis morfologi generatif adalah teori linguistik transformasi generatif seperti yang dikemukakan oleh Chomsky.
Penelitian ini menggunakan teori linguistik transformasi generatif. Teori aliran ini meninjau aspek bahasa berdasarkan sudut pandang bahasa itu sendiri, serta menelaah unsur-unsur dan fungsinya dalam bahasa yang diteliti.
Samsuri (1981) dalam bukunya berjudul “Kamus Linguistik Transformasi”, mendeskripsikan nominalisasi secara rinci berdasarkan kajian transformasi generatif yaitu bahwa nominalisasi adalah proses atau hasil perubahan bentuk kata menjadi bentuk-bentuk baru yang mempunyai distribusi seperti nomina dibentuk nominalisasi.
Kridalaksana (1984:132) mengatakan, “Nominalisasi itu adalah proses atau hasil membentuk nomina dari kelas kata lain dengan mempergunakan afiks tertentu”.
Dari kedua pendapat ahli bahasa di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa transformasi nominalisasi itu adalah perubahan kelas kata yang bukan kata benda menjadi kata benda apabila diturunkan atau diderivasikan.
Uraian yang dikemukakan kedua ahli bahasa di atas akan digunakan sebagai dasar analisis nominalisasi BBT. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Transformasi nominalisasi “hasil”
b. Transformasi nominalisasi “pelaku”
c. Transformasi nominalisasi “proses”
a. Transformasi Nominalisasi “Hasil” (Tnom.hasil)
Transformasi nominalisasi ‘hasil’ ini adalah transformasi yang mempunyai pengertian ‘hasil’. Transformasi ini juga diturunkan dari kata kerja, tetapi tidaklah semua kata kerja itu dapat diturunkan menjadi nominalisasi hasil.
Rumus : Transformasi nominalisasi ‘hasil’
SD : (X) ma(N)-
Kj (Afk) (Y)
mar
ST : Nom (X) maN
Kj (Afk) (Y) =Kj (an) (X) (X)
mar
Contoh:
SD : Manjaha koran bapa i kamar
‘Bapak membaca koran di kamar’
Struktur Transformasi : Nom + Manjaha koran bapa i kamar.
= Tnom-has
Struktur Luar: Manjahahon koran bapa i kamar.
‘Membacakan koran bapak di kamar’
Analisis Strutur: GK + GB1 + GB2 + ADV
Kj + on + GB2 + GB1 + ADV
Keterangan dari rumus di atas yaitu:
(X) = Kata yang mewakili sebagai kata kerja
Y = Kata yang mewakili sebagai kata keterangan
Kj = Pokok kata kerja dari manjaha yaitu, jaha
Nom (X) = Nominalisasi yang mewakili sebagai hasil
b. Transformasi Nominalisasi “Pelaku” (Tnom.pel)
Transformasi nominalisasi pelaku ini juga diturunkan dari kata kerja yang mebdapat afiks mar-, maN, jika diturunkan maka mendapat afiks par- dan paN.
ma (N)-
SD : (X) Kj (Afk) (Y)
mar-
paN
ST : NOM (X) Kj (afk) (Y)
Par-
pa(N)- + Kj (X) (Y)
Contoh:
Struktur Dalam: Ito manuhor buku baru i.
‘Abang membeli buku baru itu’
ST : NOM + Ito manuhor buku baru i
= Tnom. Pel
Struktur Luar : Panuhor buku baru i ito.
‘Pembeli buku baru itu abang’
Analisis Struktur : GB1 + GK +GB2
paN- + Kj + GB2 +GB1
c. Transformasi Nominalisasi “Proses” (Tnom. Pros)
transformasi nominal proses BBT direalisasikan dengan paN-on dan par-on. Untuk dapat mengetahui pilihan transformasi nominal proses dengan pan-on dan par-on, perlu diketahui struktur dalam kalimat masukan dengan bentuk verbum tertentu. Transformasi nominalisasi ini dapat dikaidahkan sebagai berikut:
SD dengan: maN-Vdasar; maN-Vdasar-i / kan ditransformasikan ke transformasi nominalisasi proses dengan paN-on; SD dengan mar-Vdasar, mar-Vdasar ditransformasikan ke transfoarmasi nominal proses dengan mar-on.
Di bawah ini akan terlihat kaidah dan contoh transformasi nominalisasi proses yaitu:
Struktur-Dalam (SD)
Struktur Luar (SL)
Kaidah: paN-V dasar, maN-Vdasar-on
Contoh:
Anggi i papodomhon anggina.
‘Adik itu menidurkan adiknya’
murid i paiashon lokal.
‘Siswa itu membersihkan ruangan’
paN-on
papodomhon angina.
‘menidurkan adeknya’
paiashon.
‘membersihkan’
2.2.1 Pengertian Nominalisasi
Menurut Samsuri (1981) dalam bukunya berjudul Kamus Linguistik Transformasi bahwa nominalisasi adalah: proses atau hasil perubahan bentuk kata menjadi bentuk-bentuk baru yang mempunyai distribusi seperti nomina dibentuk nominalisasi.
Kridalaksana (1984 : 132) mengatakan, “Nominalisasi adalah proses atau hasil membentuk nomina dari kelas kata lain dengan mempergunakan afiks tertentu”.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nominalisasi adalah proses pembentukan kata benda.
Dalam membicarakan kata benda, penulis mengemukakan pendapat beberapa sarjana bahasa Indonesia yaitu:
C. A. Mess (1951 : 46) mengatakan, “Adapun kata benda sebagian terdiri dari kata dasar dan sebagian lagi terdiri dari kata keturunan. Kedua dari golongan itu selain dari bentuknya mempunyai sifat-sifat yang sama, sehingga pada tempatnya pula dimasukkan kepada satu jenis perkataan. Pada umumnya kata dasar mengucapkan nama benda-benda yang dapat diperiksa (kongkrit) seperti: nama alat, nama benda, nama jenis, nama diri, sedang kata benda yang diturunkan tu kadang-kadang dinyatakan hal-hal yang tak dapat diperiksa (abstrak) misalnya nama sifat keadaan, atau perbuatan. Tetapi kata benda yang diturunkan, sebegitu banyak juga memakai pengertian yang kongkrit, sehingga pembedaan itupun tidak berguna”.
S. Mulyono (1957 : 50) mengatakan, “Kata benda yang nyata adalah kata benda yang dapat dicapai dengan panca indra (dapat dilihat, diraba, dapat didengar, dirasai dan sebagainya) kata benda yang tidak nyata yakni menyatakan hal, sifat dan sebagainya yang diangan-angan sebagai berwujud, jadi beberapa pengertian yang dicairkan dari benda yang nyata”
Dari uraian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pengertian kata benda itu adalah salah satu bentuk atau wujud mungkin berupa kata dasar dan mungkin pula kata jadian yang mempunyai sifat sama dan menyatakan benda atau yang dibendakan. Atau dengan kata lain, kata benda itu adalah semua kata yang merupakan nama diri, nama benda atau yang dibendakan dan bentuknya ada yang bentuk dasar, dan berbentuk turunan.
Serta dilihat dari ujud benda atau kata benda itu ada yang berwujud nyata (konkrit) dan ada yang tidak berwujud (abstrak).
Demikian juga dalam BBT, kata benda itu terdiri dari bentuk dasar atau berupa bentuk tunggal dan bentuk turunan atau kompleks. Serta wujud dari benda yang dimaksud ada yang nyata (konkrit) dan ada yang tidak berwujud (abstrak).
Kata benda dapat merupakan nama dari sesuatu kata benda atau sesuatu yang dibendakan yang berfungsi sebagai kata benda, nama orang, kata ganti benda dan kata ganti orang yang sering muncul dalam prasa nominal. Kata-kata benda itu dapat dilihat pada bentuk berikut:
Contoh:
Debata ‘Allah’
begu ‘hantu’
jabu ‘rumah’
juma ‘ladang’
parbabi ‘yang mempunyai babi’
huta ‘kampung’
jolma ‘manusia’
parlapo ‘yang mempunyai kedai’
parutang ‘yang mempunyai utang’
parbada ‘yang suka berkelahi’
Ciri-ciri Kata Benda
Ciri-ciri kata benda dalam BBT adalah sebagai berikut:
A. Ciri-ciri Sintaksis
1. Kata benda dalam BBT dapat didahului oleh kata tugas: sude, otik, tu, dan i
.a. sude ‘semua’
Kata sude dalam BBT dapat mendahului kata benda.
Contoh:
sude + jolma sude jolma ‘semua orang’
sude + horbo sude horbo ‘semua kerbau’
sude + bukku sude bukku ‘semua buku’
sude + jabu sude jabu ‘semua rumah’
sude + soban sude soban ‘semua kayu bakar’
b. otik ‘sedikit’
Kata tugas otik dalam BBT dapat mendahului kata benda.
Contoh:
otik + hepeng otik hepeng ‘sedikit uang’
otik + gula otik gula ‘sedikit gula’
otik + gadong otik gadong ‘sedikit ubi’
otik + aek otik aek ‘sedikit air’
otik + eme otik eme ‘sedikit padi’
c. tu ‘ke’
Kata tugas tu dalam BBT dapat mendahului kata benda.
Contoh:
tu + juma tu juma ‘ke ladang’
tu + singkola tu singkola ‘ke sekolah’
tu + jabu tu jabu ‘ke rumah’
tu + kantor tu kantor ‘ke kantor’
tu + saba tu saba ‘ke sawah’
d. i ‘di’
Kata tugas i dalam BBT dapat mendahului kata benda.
Contoh:
i + Toba i Toba ‘di Toba’
i + jabu i jabu ‘di rimah’
i + juma i juma ‘di ladang’
i + dalan i dalan ‘di jalan’
i + sopo i sopo ‘di gubuk’
2. Kata benda dalam BBT dapat mengikuti kata ganti: na, nami, mu.
a. na ‘nya’
Kata ganti na dalam BBT dapat mengikuti kata benda.
Contoh:
jabu + na jabuna ‘rumahnya’
ompung + na ompungna ‘neneknya’
inang + na inangna ‘ibunya’
bapa + na bapana ‘bapaknya’
anggi + na anggina ‘ adiknya’
b. nami ‘kami’
Kata nami dalam BBT dapat mengikuti kata benda.
Contoh:
huda + nami hoda nami ‘kuda kami’
horbo + nami horbo nami ‘kerbau kami’
manuk + nami manuk nami ‘ayam kami’
huting + nami huting nami ‘kucing kami’
biang + nami biang nami ‘anjing kami’
c. mu ‘mu’
Kata mu dalam BBT dapat mengikuti kata benda.
Contoh:
manuk + mu manukmu ‘ayam kamu’
guru + mu gurumu ‘guru kamu’
piso + mu pisomo ‘pisau’
B. Ciri-ciri Morfologis
Sebelum berbicara tentang ciri-ciri morfologis kata benda, terlebih dahulu akan dibicarakan mengenai apa morfologi itu.
Dalam membicarakan morfologi ini, penulis mengutarakan beberapa pendapat sarjana bahasa di antaranya adalah sebagai berikut.
Keraf (1979:60) mengatakan, “Morfologi ialah bagian dari tata bahasa yang membicarakan bentuk kata”.
Hockett (1958:177) mengatakan, “Morfologi adalah merupakan kumpulan dari morfem-morfem, dan membentuk ragam kata dari morfem-morfem tersebut”.
Verhaar (1977:52) seorang ahli bahasa mengatakan, ”Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian kata secara gramatika”.
Berdasarkan beberapa pendapat sarjana tersebut maka penulis dapat membuat kesimpulan bahwa morfologi itu adalah suatu cabang ilmu bahasa yang membicarakan tentang morfem-morfem bebas, atau morfem terikat dan morfem itu dapat disusun membentuk kata. Atau dengan kata lain, suatu bidang ilmu bahasa yang membicarakan tentang seluk beluk bentuk kata.
Kata benda dalam BBT dapat dibentuk dengan beberapa proses morfologis yaitu dengan afiksasi, reduplikasi, dan kompositum.
1. Pembetukan Kata Benda dengan Afiksasi
Pembentukan kata benda melalui proses afiksasi, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks.
a. Prefiks par-, prefiks paN-
Prefiks par- dan prefiks paN- dalam BBT dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata benda, kata kerja, kata keadaan.
1. Prefiks par- yang dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata benda.
Contoh:
par- + jabu ‘rumah ‘ ‘orang yang mempunyai rumah’
par- + motor ‘mobil’ ‘orang yang mempunyai mobil’
par- + huta ‘kampung’ ‘orang yang mempunyai kampung’
par- + manuk ‘ayam’ ‘orang yang mempunyai ayam’
par- + balian ‘ladang’ ‘orang yang mempunyai ladang’
par- + abit ‘pakaian’ ‘orang yang mempunyai pakaian’
2. Prefiks paN- yang dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata kerja.
Contoh:
paN- + gadis ‘jual’ panggadis ‘penjual’
paN- + jalo ‘terima’ panjalo ‘penerima’
paN- + alo ‘lawan’ pangalo ‘pelawan’
paN- + duda ‘tumbuk’ panduda ‘orang yang menumbuk’
paN- + jangkit ‘panjat’ panjangkit ‘pemanjat’
3. Prefiks par- yang dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata keadaan
Contoh:
par- + biar ‘takut’ parbiar ‘penakut’
par- + bada ‘kelahi’ ‘orang yang suka berkelahi
par- + tangis ‘nangis’ ‘orang yang suka menangis’
par- + daddi ‘cengeng’ ‘orang yang suka cengeng’
par- + lungun ‘rindu’ ‘orang yang suka rindu’
b. Infiks –in-
Infiks –in- dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata kerja.
Contoh:
-in- + suan ‘tanam’ sinuan ‘yang ditanam’
-in- + takko ‘curi’ tinakko ‘yang dicuri’
-in- + tutung ‘bakar’ tinutung ‘yang dibakar’
c. Sufiks –an
Sufiks –an dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata kerja.
contoh:
-an + hundul ‘duduk’ hundulan ‘tempat duduk’
-an + inum ‘minum’ inuman ‘minuman’
-an + suan ‘tanam’ suanan ‘tanaman’
2. Pembentukan Kata Benda dengan Reduplikasi
Reduplikasi pembentuk kata benda dalam BBT ialah reduplikasi seluruh bentuk dasar, reduplikasi sebagian bentuk dasar, dan dengan reduplikasi proses morfologis.
a. Reduplikasi seluruh bentuk dasar
Contoh:
jabu-jabu ‘rumah-rumah’
sopo-sopo ‘gubuk-gubuk’
bapa-bapa ‘bapak-bapak’
inang-inang ‘ibu-ibu’
b. Reduplikasi sebahagian bentuk dasar
Contoh:
pangan-panganan ‘makan-makanan’
podom-podoman ‘tempat tidur’
minum-inuman ‘minum-minuman’
meam-meaman ‘main-mainan’
c. Reduplikasi dengan proses morfologis.
Contoh:
dakdanak-dakdanakon ‘orang yang mempunyai sifat ke kanak-kanakan’
jolma-jolmaon ‘orang-orangan’
3. Pembentukan Kata Benda dengan Kompositum
Kompositum pembentuk kata benda dalam BBT dengan berstruktur kata benda dengan kata benda, kata benda dengan kata keadaan.
a. Kata benda dengan kata benda.
Contoh:
mata ni aek ‘mata air’
hudon tano ‘periuk yang terbuat dari tanah’
bunga passur ‘bunga pancur’
b. Kata benda dengan kata keadaan
Contoh:
baju nabontar ‘baju putih’
baju nabirong ‘baju hitam’
birong galot ‘hitam pekat’
2.2.2 Pengertian Transformasi Generatif
Beberapa ahli tata bahasa membuat batasan-batasan transformasi di bawah ini:
Keraf ( 1980: 153) mengatakan, “Transformasi adalah suatau proses merubah bentuk bahasa menjadi bentuk-bentuk lain, baik dari bentuk sederhana ke bentuk yang kompleks maupun dari bentuk kompleks ke bentuk yang sederhana”.
Samsuri (1981 :35) mengatakan, “Transformasi adalah proses atau hasil pengubahan sebuah struktur kebebasan atau atruktur yang lain menurut kaidah tertentu”.
Kridalaksana (1984 :198) mengatakan, “Transformasi adalah kaidah untuk mengubah atruktur gramatikal lain dengan menambah, mengurangi, atau mengatur kembali konstituen-konstituennya”.
Rosenbaun (1968 : 28) mengatakan, “Transformasi convert one sentences structure by performing verious operations on the constituens making up there tructure”.
Terjemahannya:
“Transformasi adalah proses perubahan struktur dalam suatu kalimat ke dalam struktur luar atau struktur permukaannya”.
Berdasarkan pendapat keempat ahli bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa transformasi generatif itu merupakan proses atau kaidah perubahan dari struktur dalam, menjadi struktur luar atau permukaannya, baik dalam menambah, mengurangi (penghilangan), permutasi, maupun pergantian.
2.2.3 Kaidah-kaidah Tatabahasa Transformasi
Kaidah-kaidah transformasi terdiri dari dua bagian-bagian, yang pertama merupakan konstruksi yang menyatakan kelas kalimat-kalimat yang akan dicocokkan dengan kaidah-kaidah. Sedangkan bagian kedua menyatakan struktur perubahan tersebut. Dalam menderivasikan suatu bentuk ke bentukyang lain dalam transformasi digunakan tanda-tanda atau simbol dan rumus-rumus untuk menganalisis serta menghasilkan bentuk-bentuk yang gramatikal dalam suatu bahasa.
Tanda-tanda atau simbol-simbol tata bahasa transformasi pada dapat dibagi atas:
Tanda-tanda kategori kata
Tanda-tanda kategori gramatis
Tanda-tanda operasi
Tanda-tanda peringkas
1) Tanda-tanda Kategori Kata
Tanda-tanda kategori kata ini merangkum kategori kata.
Contoh:
B = untuk kata benda,
KE = untuk kata kerja,
S = untuk kata sifat,
GB = untuk gatra benda,
GS = untuk gatra sifat,
GPD = untuk gatra predikat.
2) Tanda-tanda Kategori Gramatika
Tanda-tanda ini antara lain:
K = untuk kalimat,
Asp = untuk aspek,
M = untuk modal.
3) Tanda-tanda Operasi
Tanda-tanda operasi ini melukiskan terjadinya suatu proses yang berlangsung sesuai dengan tanda-tanda yang ada.
Contoh;
a. Tanda panah/→/ dan panah ganda/ ====> / untuk penulisan kembali.
Contoh: K → GB + GK atau K ==== GB + GK, yang artinya ialah bahwa kalimat di atas ditulis kembali sebagai gatra benda di ikuti gatra kerja.
Pada dasarnya kedua tanda panah di atas mempunyai maksud dan arti yang sama, namum dalam pemakaiannya kadang-kadang ada yang membedakannya, yaitu:
Panah biasa/ -→ / dipergunakan untuk rumus struktur frasa, sedangkan
Panah ganda/ ====> / dipergunakan untuk rumus-rumus transformasi.
b.Tanda / + / untuk menyatakan tanda penghubung.
Contoh: GB + GK, maksudnya ialah bahwa Gatra Benda diikuti dengan Gatra Kerja.
Tanda penghubung / + / ini, kadang-kadang dapat diganti dengan tanda sirkum fleksa/ ^ / atau dengan tanda tolak / - /,
Ataupun dengan tidak ada tanda atau simbol sama sekali.
Jadi penulisan GB + GS sama dengan GB GS, GB-GS, GB GS. Pemakaian tanda-tanda ini diharapkan dipilih salah satu simbol-simbol tersebut, agar jangan menimbulkan kebingungan bagi pembaca.
4) Tanda Peringkas
Sebenarnya tanda-tanda peringkas ini merupakan bagian dari tanda-
Tanda operasi, tetapi penulis sengaja mengkhususkannya.
Tanda-tanda peringkas ini terdiri dari:
a. Tanda kurung sabit (. . . . ) mengatakan ‘manasuka’ atau unsur-unsur yang
terdapat didalam kurung sabit tersebut boleh dipakai dan boleh tidak.
Contoh: K ===> GB + (PEN), yang maksudnya bahwa kalimat di tulis kembali sebagai gatra benda yang dapat diikuti oleh penunjuk.
K ====> GB,
K =====> GB + (PEN)
b. Kurung busur {. . . .} untuk “alternatif”
contoh: PEN ini, itu
artinya penunjuk itu ditulis kembali sebagai ini atau sebagai itu, dengan kata lain rumus ini adalah persatuan dari dua rumus yaitu:
(1) PEN itu
(2) PEN ini
c. Tanda koma / , / ini dipergunakan untuk menghindarkan pemakaian rumus
yang terlalu panjang kebawah jika ditulis dengan simbol kurung busur.
Contoh: O a, b, c, d, e, f, g, ……..dst.
Artinya
O a
O b
O c Dan seterusnya
2.2.4 Syarat-syarat Penulisan Tatabahasa Transformasi
Syarat-syarat penulisan tatabahasa transformasi menurut Noam Chomsky dan kawan-kawan adalah sebagai berikut:
a. Formal
b. Eksplisit
c. Praktis
d. General
e. Ekonomis
A. Formal
Tata bahasa itu harus formal, artinya setiap aturan tata bahasa apapun harus mengenai rekaman atau transkripsi hakikat ucapan bahasa. Jadi yang diteliti adalah gerakan mulut, hakikat bunyi, transkripsi fonetik maupun fonetis, dan lain-lain.
B. Eksplisit
Eksplisit ialah apabila setiap aturan tata bahasa apapun harus mempunyai satu tafsiran saja, sehingga tidak menimbulkan beberapa tafsiran.
Tampaklah dengan jelas dalam keeksplisitan tata bahasa harus diperhatikan adalah kemampuan untuk membedakan kalimat mana yang termasuk ke dalam unsur kalimat dan mana di luar kalimat, dan mengetahui perbedaan-perbedaan, persamaan-persamaan di antaranya. Dengan demikian yang diharapkan dari deskripsi yang bersifat eksplisit ini adalah agar setiap pemakai bahasa dapat membuat, membedakan kalimat-kalimat dari bahasa yang belum pernah didengar sebelumnya.
C. Praktis
Suatu tata bahasa harus praktis, yaitu setiap aturan tata bahasa apapun harus besar dan dapat menghasilkan bentuk-bentuk gramatis dengan hanya mempergunakan aturan itu semata-mata, tanpa memerlukan bantuan tindakan-tindakan lain.
Untuk mengetahui apakah suatu bentuk itu merupakan suatu kalimat atau tidak, maka diperlukan kamus atau berkonsultasi dengan informan untuk mengetahui apakah suatu bentuk itu berarti atau tidak.
D. General
Kridalaksana (1984:57) menyatakan,
“Generatif ialah dengan sejumlah kaidah dan dengan satuan-satuan yang terbatas mampu menghasilakn unsur secara tidak terbatas”.
Maka dapat disimpulkan bahwa setiap aturan tatabahasa apapun harus berlaku untuk semua tatabahasa, baik yang diketahui, atau yang belum diketahui. Hal ini sesuai dengan analisis linguistik yaitu meramalkan fakta-fakta suatu bahasa.
Gagasan Noam Chomsky, bahwa tatabahasa itu haruslah menghasilkan semua kalimat-kalimat gramatis yang mungkin ada dalam bahasa.
E. Ekonomis
Suatu tatabahasa itu harus ekonomis, yaitu bahwa aturan-aturan tatabahasa itu diusahakan sedikit mungkin.
Hal ini nampak dalam penerapan dibawah ini:
1. Rumus-rumus transformasi itu harus secara beraturan baik.
a. Pertama kali memenuhi syarat-syarat analisis struktural, yaitu merupakan
analisis suatu unsur bawah langsung.
b. Rumus-rumus transformasi itu harus berurutan dengan baik, pertama dengan
urutan rumus-rumus transforrmasi wajib (Tw)baru diturunkan dengan
rumus-rumus manasuka (optimal) atau sebaliknya, dengan kata lain bahwa
transformasi wajib tidak boleh digabungkan.
c. Kemudian rumus-rumus morfofonemik. Rumus morfofonemik yang
mengenai keharusan untuk mengobah morfofonim (N) menjadi fonem q, m,
n, ng, ny,.
Contoh:
q l
m b
Tw ( n t )
ng g
ny s
Artinya, menyatakan bahwa N harus ditulis balik sebagai berikut:
a. q jika diikuti oleh akar kata yang berpangkal q = l,
b. m jika diikuti oleh akar kata yang berpangkal b,
c. n jika diikuti akar kata yang berpangkal t,
d ng jika diikuti oleh akar kata yang berpangkal g,
e. ny jika diikuti oleh akar kata yang berpangkal s,
2. Harus logika (rasional)
a. Simbol daftar isi buklan akhir, tidak boleh disatukan dengan daftar isi akhir.
Contoh:
K → GB + GPD → apakah + GB + GPD, tetapi
K → GB + GPD → TAN + GB + GPD
b. Simbol-simbol daftar isi yang lebih tinggi tidak boleh disatukan dengan
simbol daftar isi yang lebih rendah.
Contoh:
K → GB + GPD
GB → B + PEN
GPD → KE + B
Dari penderivasian di atas maka tidak diperbolehkan dalam pemakaian:
K → PEN + GPD
K → KE + GPD
Karena PEN dengan GPD dan KE + GPD bukanlah merupakan daftar isi yang sejajar, sedangkan daftar isi PEN, KE lebih rendah daripada daftar isi GPD dan GPD.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Dasar
Dalam usaha mengumpulkan data penelitian ini, penulis melaksanakan penelitian dengan metode lapangan dan metode kepustakaan (studi pustaka), dengan mengkaji, mengambil, mencatat dan memeriksa sejumlah data yang diperlukan dari buku, penelitian-penalitian, atau tulisan-tulisan lain mengenai BBT. Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif.
3.2 Lokasi Data Sumber
Penelitian dilakukan di Desa Panampangan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Lokasi ini merupakan mayoritas penutur asli BBT. Dalam penyusunan skripsi ini penyulis memperoleh data dari lapangan (File Research) dan kepustakaan (Library Research). Sumber data tersebut berbentuk lisan dan tulisan. Data lisan diperoleh dari penutur asli BBT, sedangkan data tulisan diperoleh dari buku-buku yang berhubungn dengan BBT.
Sumber data yang diperoleh dalam pendeskripsian ini adalah kutipan dari buku-buku yang ada relevansinya dengan skripsi ini. Sebagai sumber data penulis adalah dari informan. Artinya, jika penelitian menggunakan metode wawancara dengan pengumpulan datanya, maka subjeknya responden dan apabila menggunakan metode observasi dalam pengumpulan datanya, maka subjeknya berupa benda atau tempat.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh penulis seperti buku-buku bacaan yang disususn oleh pakar-pakar bahasa, dalam arti yang lengkap dan sistematis sehingga mudah di olah. Adapun alat-alat yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah seperti buku-buku, pulpen, dan alat rekam.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam usaha pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa metode yaitu:
1. Metode Observasi
Metode observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung ke daerah objek penelitian terutama mengenai bahasanya dengan turun ke lapangan.
2. Metode Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lanjut dan terperinci mengenai nominalisasi BBT kajian transformasi generatif. Melakukan wawancara kepada penutur yang dianggap memenuhi syarat sebagai informan.
3. Metode Kepustakaan
Metode ini digunakan untuk mendapatkan keterangan tentang penelitian yang pernah dilakukan terhadap bahasa-bahasa daerah, mengumpulkn bahan yang berkaitan dengan bahan yang sedang diteliti, serta mencari buku-buku yang berhubungan dengan BBT.
3.5 Metode Analisis Data
Untuk memeperjalas keakuratan data, penulis menganalisis dan memperjelas nominalisasi BBT kajian transformasi generatif, sehingga skripsi ini merupakan penganalisisan terhadap proses pembentukan kata benda dengan kajian transformasi generatif. Metode yang digunakan dalam menganalisis data yaitu data yang terkumpul mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisis. Alat penentu analisis bahasa adalah bagian dari bahasa yang diteliti ( Sudaryanto, 1993 :15). Penulis menganalisis proses pembentukan kata benda berdasarkan kajian atau teori transformasi generatif sesuai langkah-langkah yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
NOMINALISASI BBT: KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF
4.1 Bentuk-bentuk Nominalisasi BBT Kajian Transformasi Generatif
Secara umum dalam tata bahasa transformasi tidak hanya memerlukan suatu teori, tetapi juga harus ada aturan–aturan yang dapat mengubah suatu bentuk kalimat ke kalimat yang lain dan juga harus dapat dikembalikan pada kalimat-kalimat asalnya atau seperti semula.
Chomsky membuat suatu bentuk perubahan-perubahan atau suatu proses transformasi dalam empat bagian :
1. Proses penambahan (addition)
2. Proses penghilangan (delectio)
3. Proses permutasi (permutation)
4. Proses pergantian (substitution)
5. Proses Transformasi nominal atau nominalisasi
4.1.1 Proses Penambahan (addition)
Proses penembahan merupakan suatu proses unsur yang masuk pada sesuatu unsur yang telah ada penambahan, biasanya berupa unsur yang belum ada pada struktur tersebut.
Proses penambahan ini secara umum terjadi apabila hasil transformasi itu diharapkan lebih jelas dalam memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan penulis atau pengujar. Penambahan ini mempunyai struktur yang telah ada pada umumnya berupa kata tanya, partikel yang mampu memperjelas maksud dari pengujar kata tersebut.
Contoh:
Lao oma tu juma..
‘Ibu pergi ke ladang’
Simbol : GK + GB + ADV
Kalimat di atas mengalami penambahan boasa ‘mengapa’ yang diletakkan pada awal/di depan GB, sehingga berubah menjadi:
Boasa lao oma tu juma?
‘Mengapa ibu pergi ke ladang’
Simbol : TAN + GK + GB + ADV
Proses penambahan ini dapat diletakkan di depan kalimat, tengah kalimat, maupun pada akhir kalimat.
Contoh pada awal kalimat:
Manuhor sira bapa.
‘Bapak membeli garam’
Simbol: GK + GB1 + GB2
Kalimat tersebut mengalami penambahan pada awal kalimat.
Contoh:
didia bapa manuhor sira?
‘Di maba bapak membeli garam?’
Simbol: TAN + GB1 + GK + GB2
Contoh pada tengah kalimat:
Manuhor sira bapa.
‘ Bapak membeli garam’
Simbol : GK + GB1 + GB2
Kalimat tersebut mengalami penambahan partikel pada pertengahan kalimat.
Contoh:
Manuhor sira do bapa.
’bapak telah membeli garam’
Simbol : GK + GB1 + ASP + GB2
Contoh pada akhir kalimat :
Manuhor sira bapa.
‘bapak membeli garam’
Simbol: GK + GB1 + GB2
Kalimat tersebut mengalami penambahan pada akhir kalimat.
Contoh:
Manuhor sira bapa i lapo.
‘Bapak membeli garam di kedai’
Simbol : GK + GB1 + GB2 + ADV
4.1.2 Proses Penghilangan (delection)
Proses penghilangan ini memberikan gambaran bahwa dalam struktur urutan unsur-unsur yang membentuk suatu kalimat ada bentuknya yang dihilangkan. Proses penghilangan ini adalah proses yang merubah konstituen dengan menghilangkan konstituen yang identik.
Penghilangan ini dapat terjadi dan berlaku jika si pendengar maupun pembaca dapat mengerti dengan segera apa yang dihilangkan.
Sehubungan dengan hal ini, penulis mengutip pendapat ahli bahasa tentang proses penghilangan yaitu Samsuri dalam bukunya Kamus Istilah Linguistik Transformasi.
Samsuri (1982: 22) mengatakan,
“Proses penghilangan atau delection adalah proses atau hasil hilangnya suatu bentuk bahasa dari lingkungannya”.
Pendapat samsuri ini dengan uraian di atas dapat di katakan sangat relevan, bahwa dalam proses penghilangan ini ada suatu sistematis dapat di gambarkan:
A + B → C dan B → C
Contoh :
Lao ito tu onan. ‘Abang pergi ke pasar’
Lao ito tu juma.. ‘Abang pergi ke ladang’
Lao ito tu onan, mulak sian i tu juma.
‘Abang pergi ke pasar, sesudah itu ke ladang’
Kalimat di atas mengalami penghilangan pada kata ito.
Mangalap soban tulang, nantulang pe mangalap soban.
‘Paman menjemput kayu, bibi juga menjemput kayu’
Tulang mangalap soban, nantulang pe.
‘Paman menjemput kayu, bibi juga’
Kalimat di atas mengalami penghilangan pada kata soban.
Penghilangan bentuk seperti contoh di atas menjelaskan bahwa dalam kalimat-kalimat di atas tidak menimbulkan pengertian yang berbeda. Tetapi penghilangan beberapa konstituen yang identik tersebut dapat mem[pertsingkat pengujaran, mengurangi kemubaziran, dan pengertian yang disampaikan sama dengan yang dimaksudkan oleh penutur atau penulis.
4.1.3 Proses Permutasi (Permutation)
Transformasi kalimat, transformasi proses permutasi ini adalah menggambarkan terjadinya perputaran atau pertukaran tempat, namun arti dari kalimat tersebut tidaklah berubah.
Sebagaimana dengan pendapat samsuri dalam bukunya Kamus Linguistik Transformasi menyatakan:
Samsuri (1981:27) menyatakan,
“Permutasi atau permutation salah satu transformasi elementer yang menyelang-nyeling unsur kalimat yang terbentuk urutan kata yang baru yang gramatikal”.
Secara sintaksis dapat digambarkan:
A + B → B + A:
Contoh:
lao ito tu medan marsogot.
‘Abang pergi ke medan besok’
marsogot ito lao tu medan.
‘Besok abang pergi ke medan’
Simbol: GK + GB + ADV1 + ADV2 →
ADV2 + GB + GK ADV1
i sopo ito mangallang gadong.
‘Abang makan ubi di gubuk’
mangallang gadong ito i sopo.
‘Abang makan ubi di gubuk’
Simbol: ADV + GB1 + GK + GB2 →
GK + GB1 + GB2 + ADV
mangkail halaki tu binanga nantuari.
‘mereka memancing ke sungai kemarin’
mangkail halaki nantuari tu binanga..
‘memancing ke sungai mereka semalam’
Simbol: GK + GB + ADV1 + ADV2 →
GK + ADV2 + GB + ADV1
4.1.4 Proses Pergantian (Substitution)
Sebagaimana pendapat Samsuri bahwa substitusi atau pergantian adalah proses atau pergantian unsur atau bentuk yang lain dalam satuan yang lebih besar (1981 : 31).
Dari pendapat ahli bahasa di atas, maka dapatlah penulis menarik kesimpilan bahwa proses penggantian (substitution) itu adalah merupakan proses memperoleh konstituen yang identik dengan tujuan untuk menghindari pemakaian kata-kata yang sama secara berulang-ulang dan menyingkatkan.
Contoh:
Si Togar manuri obuk Togar.
‘Togar menyisir rambutnya’
Simbol: GB1 GK GB
Si Togar manuri obukna.
‘Si Togar menyisir rambutnya’
GB1 GK GB2 (Sub)
Dari kalimat di atas jelaslah bahwa kata Togar diganti menjadi na yang merupakan kata ganti atau disebut juga dengan klitik, namum pengertian kalimat itu tidak berubah walaupun terjadi proses pergantian konstituen yang identik.
4.1.5 Transformasi Nominal atau Nominalisasi
.Transformasi nominal atau nominalisasi ini dapat diinterpretasikan sebagai:
1. Nominalisasi orang
2. Nominalisasi alat
3. Nominalisasi tempat
4. Nominalisasi hasil dan keadaan
Berikut akan diuraikan secara rinci
1. Transformasi Nominalisasi Orang (Tnom. Orang)
Tranformasi nominal orang (Tnom. Orang) dibedakan menjadi dua yaitu, transformasi nominal agens/pelaku dan transformasi nominal pasiens/penderita.
Tnom. Agens di bagi lagi atas Tnom. Propesional atau tetap dan Tnom. Insidental tidak tetap. Pada umumnya Tnom. Orang diturunkan dari klausa yang mengandung verbum dan adjektif yang berfungsi sebagai predikat.
Kaidah-kaidah transformasi yang dimaksudkan yaitu:
a. Tnom. Propesional/Tetap
Contoh:
Struktur- Dalam (SD)
Struktur- Luar (SL)
Kaidah: mar- Vdasar
Kl.-(Adjektif)
Contoh: Halak i mar- tumbuk.
‘Orang itu ber- tinju’
Halak i mar- tiga tiga.
‘Orang itu ber- dagang’
Dakdanak i jungkat.
‘Anak itu jahat’
par-Vd
par- (Adjektif)
par- tumbuk i….
‘pe- tinju itu’
par- tiga tiga i….
‘pe-dagang itu’
par- jahat i……
‘pen-jahat itu’
Transformasi nominal propesional dalam BBT berguna dalam penyebutan atlet olah raga secara propesional seperti: par lange, par tumbuk, par bola.
b. Tnom. Tidak Tetap/ Insidental
Dalam BBT ada perbedaan antara nominalisasi propesional dan
nominalisasi tidak tetap seperti contoh: partumbuk- panumbuk.
Contoh:
Struktur- Dalam (SD)
Struktur- Luar (SL)
Kaidah: maN-Vdasar
(ma-, man-, mang-)
contoh: Halak i manjaha buku.
‘Orang itu membaca buku’
Halak i manangko.
‘Orang itu mencuri’
Halak i manggambar huting.
‘Orang itu menggambar kucing’
paN- Vdasar
(pam-, pan-, pang-)
Panjaha buku i…..
‘Pembaca buku itu’
Panangko i…
‘pencuri itu’
Panggambar huting i…
‘Penggambar kucing itu’
2 Transformasi Nominalisasi Alat (Tnom. Alat)
Kaidah Tnom. Alat dirumuskan sebagai berikut: SD= Nom. Alat +maN-Vdasar + …..menjadi SL= Nom. Alat + paN- Vdasar. Satu syarat dalam Tnom.alat ini ialah nomen alat dalam klausa masukan aklan tampil pula dalam strukrur –luar menyertai Tnom. Alat.
Contoh:
Struktur-Dalam (SD)
Struktur-Luar (SL)
Kaidah: N. alat + maN-Vdasar+…
Contoh: Motor mangangkat sampah.
‘Mobil pengangkat sampah’
Ibana manembak biang pakke batu.
Ia menembak anjing pakai batu
Nomen alat+ paN-Vdasar+….
motor pangangkat sampah.
‘motor pengangkut sampah’
pakke batu manembak biang i.
‘pakai batu menembak anjing itu’
3 Transformasi Nominalisasi Tempat (Tnom. Tempat)
Dalam BBT ada Tnom untuk menyatakan tempat. Transformasi nominal tempat ini pun diturunkan dari struktur-dalam yang memenuhi curi-ciri dan menyediakan unsur-unsur untuk dapat ditransformasikan dan diinterpretasikan sebagai tempat. Kaidah Tnom. Tempat ini adalah sebagai berikut: SD maN-Vdasar ditransformasikan ke SL dengan Vdasar-an. Kaidah kedua dari Tnom. Tempat ialah: SD tempat posesif/milik nomen atau SD tempat tinggal untuk nomen ditransformasikan ke SL dengan sufiks –an dan konfiks ke-an.
Contoh:
Struktur-Dalam (SD)
Struktur Luar (SL)
kaidah : maN-Vdasar
contoh: Halak i manaring aek.
‘Orang itu menyaring air’
Halak i mangkilo angka dakdanak.
‘Orang itu menimbang anak’
Vdasar-an
saringan aek
‘saringan air’
kiloan anak
‘timbangan anak’
4 Transformasi Nominalisasi Hasil atau Keadaan
Nominalisasi hasil atau keadaan dapat diinterpretasikan sebagai satu hasil atau keadaan dan tetap dari klausa masukan dalam SD. Kaidah Tnom. hasil adalah sebagai berikut: maN-Vdasar atau ber-Vdasar SD ditransformasikan ke SL dengan Vdasar-an dan Vdasar+ke-an, Nomen +0Vdasar ditransformasikan secara morfemis dengan –an dan ke-an pula.
Contoh:
Struktur-Dalam (SD)
Sruktur-Luar (SL)
Kaidah: maN-+Vdasar
contoh: Dakdanak i manurat i papan tulis.
‘anak-anak itu menulis di papan tulis’
Vdasar-an
suratan ni dakdanak i
‘tulisan anak-anak itu’
4.2 Fungsi Nominalisasi BBT Kajian Transformasi Generatif
Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang transformasi generatif, dimana struktur nominalisasi tersebut nampak pertransformasi, tetapi walaupun srtukuturnya berbeda namun maknanya masih berkaitan erat.
Seperti contoh berupa kalimat dibawah ini:
Manggagat duhut horbo.
‘kerbau memakan rumput’
Duhut i gagat horbo.
‘Rumput dimakan kerbau’
Kalau diperhatikan kalimat tersebut maka antara kalimat (1) dengan kalimat (2) sangat erat hubungan maknanya. Di sini karena adanya mekanisme terhadap transformasi (pengalihan dari bentuk aktif menjadi bentuk pasif).
Pada kalimat (1) , Manggagat duhut horbo. ‘kerbau memakan rumput’. Kata horbo ‘kerbau’ didahului kata kerja menempati subjek dan duhut ‘rumput’berada sesudah kata kerja yang menempati sebagai objek penderita, sedangkan pada kalimat (2), Duhut i gagat horbo ‘rumput dimakan kerbau’. Berarti mempunyai struktur, duhut ‘rumput’ mendahului kata kerja menempati subjek dan horbo ‘kerbau’ didahului kata kerja dan menempati objek pelaku. Disini terlihat adanya perubahan dalam relasi posisi (positional relations).
Berdasarkan inilah dibuat satu generalisasi sederhana yaitu mengubah posisi kata benda, dan merubah kata kerja aktif menjadi kata kerja pasif. Hal ini menurut Chomsky disebut transformasi pasif.
Dalam hubungan ini, kalimat aktif menjadi kalimat pasif perubahannya terjadi sehubungan dengan pentransformasian. Kalimat tersebut dapat digambarkan dalam bentuk simbol sebagai berikut:
Kalimat
1. Manggagat duhut horbo ‘kerbau memakan rumput’
Simbol :
ma(N) + Kj + GB1 + GB2
1 2 3 4
2. Duhut igagat horbo ‘rumput dimakan kerbau’
GB1 i + Kj + GB2
3 1 2 4
Perubahan struktur: 1-2-3-4 3-1-2-4
Jadi dengan menggunakan simbol-simbol dalam transforamsi kalimat (1) manggagat duhut horbo ‘kerbau memakan rumput’ diubah menjadi kalimat (2) duhut igagat horbo ‘rumput dimakan kerbau’, mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif dapat diinginkan rumus sederhana yaitu:
ma(N) + Kj + GB1 GB2 + GB1 + i + Kj + GB2
1 2 3 4 4 1 2 3
Kalimat (1) adalah kalimat yang gramatis yaitu:
maN- + Kj + GB1 + GB2 dan diubah menjadi kalimat (2) dengan berpola GB1 + i + Kj + GB2 di mana juga adalah kalimat gramatis.
Selanjutnya penulis akan membahas fungsi nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif terdiri atas beberapa bagian yaitu:
1. Transformasi nominalisasi “proses”
2. Transformasi nominalisasi “pelaku”
3. Transformasi nominalisasi “posesif”
4.2.1 Transformasi Nominal “Proses” (Tnom. proses)
Pada transformasi nominalisasi proses ini konstituen pembentuknya berasal dari kata kerja menjadi kata benda dan mempunyai pengertian “proses”.
Pada dasarnya kata kerja yang dibentuk menjadi nominal adalah kata kerja yang dibubuhi afiks: mar-dan ma(N)-. Rumus transformasi nominalisasi proses ini dapat dituliskan sebagai berikut:
ma(N)-
SD : (X) Kj (AFK) (Y)
mar-
ma(N)-
ST : NOM Kj (afk) (Y)
mar-
pa(N)-
SL : Kj + (an) (X) (Y)
par-
Contoh
SD : Gelleng nai mangalo hatani guru na.
‘Anaknya itu melawan perintah gurunya’
ST : NOM + Gelleng nai mangalo hatani guruna.
↓Tnom. Proses
Struktur Luar : Gellengna i pangalo hata ni guru
‘Anaknya itu pembantah perintah gurunya’
Analisis Struktur : GB1 + GK + GB2 →
GB1 + GB2 + GB3
Transformasi nominal proses ini, setelah diturunkan atau diderivasikan, afiks par-an, paN-an kadang-kadang yang dipakai hanya afiks par-, pa(N)- sedangkan afiks- an tidak ikut.
Contoh:
SD : Mambahen kue halak i.
‘Mreka membuat kue’
SL : Pambahen kue do halak i.
‘Mreka tempat pembuatan kue’
Analisis Struktur : GK + GB1 + GB2
GB1 + GB2 + GB3
Dalam transformasi nominalisasi proses ini tidak semua kata kerja dapat menjadi nominalisasi proses karena kata kerja itu bila mendapat afiks par-an, paN-an kadang-kadang menjadi alat pegangan.
4.2.2 Transformasi Nominalisasi “Pelaku” (Tnom. Pel)
Transformasi nominalisasi pelaku ini juga diturunkan dari kata kerja yang mendapat afiks mar-, maN, jika diturunkan maka mendapat afiks par- dan paN-
maN-
SD : (X) ( ) Kj (Afk) (Y)
mar-
pa(N)-
ST : NOM (X) ( ) Kj (Afk) (Y) ↔
par-
pa(N) + Kj (X) (Y)
Contoh:
SD : Manuhor buku baru i ito.
‘Abang membeli buku baru itu’
Struktur Dalam : Nom + manuhor buku baru i ito
↨Tnom. Pel
Struktur Luar : Panuhor buku baru i ito.
‘Pembeli buku baru itu abang’
Analisis Struktur : maN- + Kj + GB1 + GB2→
paN- + Kj + GB1 + GB2
4.2.3 Transformasi Nominalisasi “Posesif” (Tnom. Pos)
Dalam transformasi posesif tidak dapat melupakan kata ganti milik atau posesif.
Dalam BBT posesif ini ada empat jenis yang dituliskan menjadi satu dengan gatra yang dilekati posesif. Pada BBT ini ada bedanya dengan posesif dalam bahasa Indonesia. Dalam BBT, bila posesif ini akan melekat maka terlebih dahulu afiks mar-melekat pada gatra benda tersebut, di mana afiks mar- tersebut mempunyai arti ‘mempunyai (punya)’, yang lain hanya merupakan pemindahan lingkungan saja.
Dari uraian di atas, dapat dibuat rumus sebagai berikut:
SD : GB1 + mar + GB2 + (X)
mu
na
ST : GB2 + ( ) + (X)
ta
hu
Contoh
1.SD: boan marsogot tu jabu bajumu
‘Besok bawa bajumu ke rumah’
ST : Pos + boan marsogot bajumu tu jabu
↓ Tpos
SL : bajumu boan tu jabu marsogot.
‘besok bawa bajumu ke rumah’
Analisis Struktur : GK + ADV1 + ADV2 + GB
GB + GK + ADV2 + ADV1
2. SD : Jabukku jonok tu onan.
‘Rumahku dekat ke pasar’
ST : Pos + Jabukku jonok tu onan.
↓Tpos
SL: Jonok tu onan jabukku.
‘Rumahku dekat ke pasar’
Analisis struktur : GB + GS + ADV →
GS + ADV + GB
3. SD : maraek do bajuna nantuari.
‘Kemarin bajunya basah’
ST : Pos + maraek do bajuna nantuari
↓ Tpos
SL : nantuari maraek do bajuna
‘Kemarin bajunya basah’
Analisis Struktur : GS + GB + ADV
ADV + GS + GB
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa lambang suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
2. Bahasa selalu berubah sesuai dengan perkembangan dan pengaruh yang didapatnya dari lingkungan bahasa. Perubahan terjadi karena adanya interaksi berbagai macam keperluan dan sistem hubungan yang makin terbuka dan mudah antara satu dengan yang lain.
3. Unsur – unsur linguistik yang secara kesatuan membentuk atau berfungsi untuk membentuk ataupun mempunyai kemungkinan membentuk suatu unsure yang lebih besar atau lebih tinggi pada tiap tingkat yang disebut bawahan langsung.
4. Bahasa daerah dan bahasa Indonesia memegang peranan penting dalam semua bidang kehidupan bangsa Indonesia. Bahasa sebagai suatu alat kebudayaan maupun bangsa dalam cirri khas mencerminkan hasil kebudayaan manusia.
Suatu hal yang tidak mudah disangkal bahwa masyarakat suatu daerah, umumnya merasa puas akan nilai yang terkandung dalam upacara adat yang terdapat pada suatu daerah, apabila mempergunakan bahasa daerah. Dengan demikian suku Toba pada umumnya, mempergunakan bahasa Toba pada upacara adat.
Bahasa Indonesia digunakan pada upacara- upacara resmi yang bersifat nasional, tugas antar jawatan pemerintahan maupun swasta, baik di sekolah - sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
5. Transformasi Generatif itu merupakan proses atau kaidah perubahan dari struktur dalam menjadi struktur permukaan, baik dengan penambahan, penghilangan, permutasi, maupun pergantian.
6. Dalam menurunkan atau menderivasikan suatu bentuk ke bentuk lain didalam transformasi digunakan tanda–tanda atau simbol–simbol dan rumus–rumus untuk menganalisis serta menghasilkan bentuk–bentuk yang gramatis dalam suatu bahasa.
7. Selain komponen sintaksis, semantik, dan fonologi dalam menyusun suatu tata bahasa haruslah diberikan uraian tentang kaidah – kaidah sebagai berikut :
Kaidah sintaksis
Kaidah transformasi atau daftar isi
8. Syarat–syarat penulisan transformasi generatif itu harus memenuhi formal, eksplisit, praktis, general, dan ekonomis.
Rumus–rumus transformasi harus beraturan dengan baik.
5.2 Saran
1. Melihat pentingnya kedudukan dan fungsi bahasa daerah di Indonesia kiranya para ahli bahasa memberikan perhatian lebih terhadap lembaga pendidikan yang memiliki tujuan sebagai cikal bakal pengembangan bahasa, khususnya bahasa daerah.
2. Penyelidikan terhadap bahasa – bahasa daerah terutama bahasa Toba perlu lebih di giatkan sebab bahasa daerah merupakan sumber kekayaan bahasa Indonesia yang tidak habis – habisnya.
3. Teori tatabahasa transformasi ini perlu diterapkan dalam pengkajian bahasa – bahasa daerah yang ada di Wawasan Nusantara.
4. Pemakaian istilah diusahakan agar seragam, baik bentuk maupun pengertian yang dimaksudkan. Kalau dapat diperlukan istilah Indonesia, dan istilah asing di indonesiakan supaya mudah diingat dan mudah dipakai juga dimengerti.
5. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya mahasiswa – mahasiswa yang ada di Departemen Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys, 1984. Tata Bahasa Indonesia, Jakarta: Nusa Indah.
…………….., 1980. Tatabahasa Indonesia. Ende- Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti, 1990. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia, Jakarta:
Gramedia Pustaka Umum.
…………………………, 1992. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta:Gramedia Pustaka Umum.
…………………………, 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Mees, C. A, 1951. Tata Bahasa Indonesia. Jilid II. Badan Penerbit 6. Kolff. Co.
Parera, Jos, Daniel, 1994. Morfologi Bahasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
…………………..., 1982. Pengantar Linguistik Umum Bidang Sintaksis Seri C.
Ende Flores: Nusa Indah.
Ramlan, 1982. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif.
Yogyakarta. UP. Karyono.
Rosenbaum, S, 1986. English Transformational Grmmar. Singapore: Toppan.
Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: USU Press.
Sinaga, Anicetus B, 2002. TataBahasa Toba, Medan: Bina Media.
Samsuri, 1982, Analisis Bahasa, Airlangga.
……….., 1981. Kamus Istilah Linguistik Transformasi. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Saragih, Mintahaly. 1988. Transformasi Kalimat Tunggal Bahasa Simalungun,
Medan. Skripsi Sarjana.
Slamet, Mulyono, 1957. Kaidah Bahasa Indonesia II. Penerbitan Jambatan,
Cetakan I Printing Co. Ltd.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia mempelajari dan menggunakan bahasa daerah dalam interaksi kehidupan masyarakat. Ucapan dan cara penyampaian ide-ide dipengaruhi kebiasaan yang lazim digunakan oleh masyarakat itu. Bahasa daerah tetap dipelihara oleh negara sebagai bagian kebudayaan yang hidup.
Bahasa Batak Toba (yang selanjutnya disingkat BBT), merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih digunakan oleh masyarakat pendukungnya dalam kehidupan berinteraksi sehari-hari. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai bahasa pertama dalam komunikasi sosial dari berbagai lapisan masyarakat Batak Toba.
Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang universal mempunyai peranan penting sehingga melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya suatu bangsa. Komunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan pemahaman dan pemberian respon yang kita berikan dapat berupa kalimat perintah, berita, pertanyaan, jawaban, dan lain-lain. Namun ada orang yang beranggapan bahwa kompetensi penggunaan bahasa seakan-akan dicapai dengan sempurna melalui keturunan dan warisan saja.
Pandangan ini keliru karena kemampuan penguasaan dan penggunaan bahasa harus melalui latihan-latihan baik mengenai pengucapan maupun mempergunakan bahasa dengan baik dan benar. Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambag bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf 1984:16).
Di lain pihak ada komunikasi dilakukan dengan tulisan. Hal tersebut berarti kompetensi menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan dan kemampuan memakai apa yang dicoba. Jadi relevansi bahasa terhadap pemikiran manusia sangat erat sekali. Sesuai dengan kodrat manusia maka kerangka karangan pemikirannya tetap berkembang, sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya sehingga perkembangan bahasa juga ikut serta di dalamnya. Bukti yang nyata adalah ilmu pengetahuan dengan perkembangan tidak mungkin diterapkan tanpa bahasa.
Tidak selamanya seseorang yang berbahasa itu dapat menganalisis suatu bahasa yang akurat, baik bahasa ibu yang sedang atau yang akan dipelajari. Ilmu kebahasaan yang dimiliki akan menolong penutur untuk menuturkannya sebagaimana dituturkan oleh penutur asli bahasa itu.
BBT yang kita ketahui terdiri atas beberapa dialek, di antara dialek tersebut masih berperan di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, misalnya dengan ucapan, kegiatan kemasyarakatan dan interaksi sosial berlangsung dengan menggunakan BBT baik di tempat asal penutur di Kabupaten Toba Samosir maupun di daerah lainnya di tempat perantauan mereka.
Di Indonesia penelitian mengenai bahasa daerah kurang mendapat perhatian dari ahli bahasa, khususnya terhadap BBT. Mengingat hal ini penulis merasa perlu mengadakan penelitian terhadap bahasa Toba demi kelestarian bahasa tersebut. Penulis memilih judul Nominalisasi BBT: Kajian Transformasi Generatif, karena penulis merasa penelitian mengenai judul tersebut belum ada.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah di dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif?
2. Bagaimana fungsi nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif.
2. Untuk mengetahui fungsi nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai:
1. Bahan perbandingan penelitian mengenai nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif.
2. Acuan mata pelajaran bahasa daerah khususnya mengenai nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif, mulai dari siswa SD (Sekolah Dasar) hingga sekolah lanjutan yang ada di wilayah penutur BBT tersebut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Hasil penelitian ini akan dipertanggung jawabkan, karena itulah disertakan data-data yang akurat dan yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti.
Ada beberapa buku yang dipakai dalam penelitian ini seperti buku karangan Mgr. Dr. Anicetus B. Sinaga OFMcap dengan judul Tata Bahasa Batak Toba, buku Harimurti Kridalaksana dengan judul Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia dan beberapa buku kebahasaan lainnya.
Berkaitan dengan judul skripsi yang penulis bicarakan, terlebih dahulu penulis menguraikan bebrapa defenisi tentang nominal atau kata benda sebagai berikut.
Sinaga (2002: 123) mengatakan, “Kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, konsep, dan pengertian. Dalam kalimat yang predikatnya kata kerja, maka kata benda ini cenderung menduduki fungsi subjek, objek dan pelengkap. Kata benda ini umumnya juga dapat diikuti oleh kata sifat”
Kridalaksana (1990 :66) mengatakan, “Kata benda adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk (1) bergabung dengan partikel tidak (2) mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari”.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kata benda (nomina) adalah nama dari sebuah benda dan segala yang dibendakan.
2.2 Teori yang Digunakan
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.
Dalam membahas penelitian ini penulis menggunakan teori morfologi generatif dan analisis morfologi. Teori yang digunakan dalam analisis morfologi generatif adalah teori linguistik transformasi generatif seperti yang dikemukakan oleh Chomsky.
Penelitian ini menggunakan teori linguistik transformasi generatif. Teori aliran ini meninjau aspek bahasa berdasarkan sudut pandang bahasa itu sendiri, serta menelaah unsur-unsur dan fungsinya dalam bahasa yang diteliti.
Samsuri (1981) dalam bukunya berjudul “Kamus Linguistik Transformasi”, mendeskripsikan nominalisasi secara rinci berdasarkan kajian transformasi generatif yaitu bahwa nominalisasi adalah proses atau hasil perubahan bentuk kata menjadi bentuk-bentuk baru yang mempunyai distribusi seperti nomina dibentuk nominalisasi.
Kridalaksana (1984:132) mengatakan, “Nominalisasi itu adalah proses atau hasil membentuk nomina dari kelas kata lain dengan mempergunakan afiks tertentu”.
Dari kedua pendapat ahli bahasa di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa transformasi nominalisasi itu adalah perubahan kelas kata yang bukan kata benda menjadi kata benda apabila diturunkan atau diderivasikan.
Uraian yang dikemukakan kedua ahli bahasa di atas akan digunakan sebagai dasar analisis nominalisasi BBT. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Transformasi nominalisasi “hasil”
b. Transformasi nominalisasi “pelaku”
c. Transformasi nominalisasi “proses”
a. Transformasi Nominalisasi “Hasil” (Tnom.hasil)
Transformasi nominalisasi ‘hasil’ ini adalah transformasi yang mempunyai pengertian ‘hasil’. Transformasi ini juga diturunkan dari kata kerja, tetapi tidaklah semua kata kerja itu dapat diturunkan menjadi nominalisasi hasil.
Rumus : Transformasi nominalisasi ‘hasil’
SD : (X) ma(N)-
Kj (Afk) (Y)
mar
ST : Nom (X) maN
Kj (Afk) (Y) =Kj (an) (X) (X)
mar
Contoh:
SD : Manjaha koran bapa i kamar
‘Bapak membaca koran di kamar’
Struktur Transformasi : Nom + Manjaha koran bapa i kamar.
= Tnom-has
Struktur Luar: Manjahahon koran bapa i kamar.
‘Membacakan koran bapak di kamar’
Analisis Strutur: GK + GB1 + GB2 + ADV
Kj + on + GB2 + GB1 + ADV
Keterangan dari rumus di atas yaitu:
(X) = Kata yang mewakili sebagai kata kerja
Y = Kata yang mewakili sebagai kata keterangan
Kj = Pokok kata kerja dari manjaha yaitu, jaha
Nom (X) = Nominalisasi yang mewakili sebagai hasil
b. Transformasi Nominalisasi “Pelaku” (Tnom.pel)
Transformasi nominalisasi pelaku ini juga diturunkan dari kata kerja yang mebdapat afiks mar-, maN, jika diturunkan maka mendapat afiks par- dan paN.
ma (N)-
SD : (X) Kj (Afk) (Y)
mar-
paN
ST : NOM (X) Kj (afk) (Y)
Par-
pa(N)- + Kj (X) (Y)
Contoh:
Struktur Dalam: Ito manuhor buku baru i.
‘Abang membeli buku baru itu’
ST : NOM + Ito manuhor buku baru i
= Tnom. Pel
Struktur Luar : Panuhor buku baru i ito.
‘Pembeli buku baru itu abang’
Analisis Struktur : GB1 + GK +GB2
paN- + Kj + GB2 +GB1
c. Transformasi Nominalisasi “Proses” (Tnom. Pros)
transformasi nominal proses BBT direalisasikan dengan paN-on dan par-on. Untuk dapat mengetahui pilihan transformasi nominal proses dengan pan-on dan par-on, perlu diketahui struktur dalam kalimat masukan dengan bentuk verbum tertentu. Transformasi nominalisasi ini dapat dikaidahkan sebagai berikut:
SD dengan: maN-Vdasar; maN-Vdasar-i / kan ditransformasikan ke transformasi nominalisasi proses dengan paN-on; SD dengan mar-Vdasar, mar-Vdasar ditransformasikan ke transfoarmasi nominal proses dengan mar-on.
Di bawah ini akan terlihat kaidah dan contoh transformasi nominalisasi proses yaitu:
Struktur-Dalam (SD)
Struktur Luar (SL)
Kaidah: paN-V dasar, maN-Vdasar-on
Contoh:
Anggi i papodomhon anggina.
‘Adik itu menidurkan adiknya’
murid i paiashon lokal.
‘Siswa itu membersihkan ruangan’
paN-on
papodomhon angina.
‘menidurkan adeknya’
paiashon.
‘membersihkan’
2.2.1 Pengertian Nominalisasi
Menurut Samsuri (1981) dalam bukunya berjudul Kamus Linguistik Transformasi bahwa nominalisasi adalah: proses atau hasil perubahan bentuk kata menjadi bentuk-bentuk baru yang mempunyai distribusi seperti nomina dibentuk nominalisasi.
Kridalaksana (1984 : 132) mengatakan, “Nominalisasi adalah proses atau hasil membentuk nomina dari kelas kata lain dengan mempergunakan afiks tertentu”.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nominalisasi adalah proses pembentukan kata benda.
Dalam membicarakan kata benda, penulis mengemukakan pendapat beberapa sarjana bahasa Indonesia yaitu:
C. A. Mess (1951 : 46) mengatakan, “Adapun kata benda sebagian terdiri dari kata dasar dan sebagian lagi terdiri dari kata keturunan. Kedua dari golongan itu selain dari bentuknya mempunyai sifat-sifat yang sama, sehingga pada tempatnya pula dimasukkan kepada satu jenis perkataan. Pada umumnya kata dasar mengucapkan nama benda-benda yang dapat diperiksa (kongkrit) seperti: nama alat, nama benda, nama jenis, nama diri, sedang kata benda yang diturunkan tu kadang-kadang dinyatakan hal-hal yang tak dapat diperiksa (abstrak) misalnya nama sifat keadaan, atau perbuatan. Tetapi kata benda yang diturunkan, sebegitu banyak juga memakai pengertian yang kongkrit, sehingga pembedaan itupun tidak berguna”.
S. Mulyono (1957 : 50) mengatakan, “Kata benda yang nyata adalah kata benda yang dapat dicapai dengan panca indra (dapat dilihat, diraba, dapat didengar, dirasai dan sebagainya) kata benda yang tidak nyata yakni menyatakan hal, sifat dan sebagainya yang diangan-angan sebagai berwujud, jadi beberapa pengertian yang dicairkan dari benda yang nyata”
Dari uraian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pengertian kata benda itu adalah salah satu bentuk atau wujud mungkin berupa kata dasar dan mungkin pula kata jadian yang mempunyai sifat sama dan menyatakan benda atau yang dibendakan. Atau dengan kata lain, kata benda itu adalah semua kata yang merupakan nama diri, nama benda atau yang dibendakan dan bentuknya ada yang bentuk dasar, dan berbentuk turunan.
Serta dilihat dari ujud benda atau kata benda itu ada yang berwujud nyata (konkrit) dan ada yang tidak berwujud (abstrak).
Demikian juga dalam BBT, kata benda itu terdiri dari bentuk dasar atau berupa bentuk tunggal dan bentuk turunan atau kompleks. Serta wujud dari benda yang dimaksud ada yang nyata (konkrit) dan ada yang tidak berwujud (abstrak).
Kata benda dapat merupakan nama dari sesuatu kata benda atau sesuatu yang dibendakan yang berfungsi sebagai kata benda, nama orang, kata ganti benda dan kata ganti orang yang sering muncul dalam prasa nominal. Kata-kata benda itu dapat dilihat pada bentuk berikut:
Contoh:
Debata ‘Allah’
begu ‘hantu’
jabu ‘rumah’
juma ‘ladang’
parbabi ‘yang mempunyai babi’
huta ‘kampung’
jolma ‘manusia’
parlapo ‘yang mempunyai kedai’
parutang ‘yang mempunyai utang’
parbada ‘yang suka berkelahi’
Ciri-ciri Kata Benda
Ciri-ciri kata benda dalam BBT adalah sebagai berikut:
A. Ciri-ciri Sintaksis
1. Kata benda dalam BBT dapat didahului oleh kata tugas: sude, otik, tu, dan i
.a. sude ‘semua’
Kata sude dalam BBT dapat mendahului kata benda.
Contoh:
sude + jolma sude jolma ‘semua orang’
sude + horbo sude horbo ‘semua kerbau’
sude + bukku sude bukku ‘semua buku’
sude + jabu sude jabu ‘semua rumah’
sude + soban sude soban ‘semua kayu bakar’
b. otik ‘sedikit’
Kata tugas otik dalam BBT dapat mendahului kata benda.
Contoh:
otik + hepeng otik hepeng ‘sedikit uang’
otik + gula otik gula ‘sedikit gula’
otik + gadong otik gadong ‘sedikit ubi’
otik + aek otik aek ‘sedikit air’
otik + eme otik eme ‘sedikit padi’
c. tu ‘ke’
Kata tugas tu dalam BBT dapat mendahului kata benda.
Contoh:
tu + juma tu juma ‘ke ladang’
tu + singkola tu singkola ‘ke sekolah’
tu + jabu tu jabu ‘ke rumah’
tu + kantor tu kantor ‘ke kantor’
tu + saba tu saba ‘ke sawah’
d. i ‘di’
Kata tugas i dalam BBT dapat mendahului kata benda.
Contoh:
i + Toba i Toba ‘di Toba’
i + jabu i jabu ‘di rimah’
i + juma i juma ‘di ladang’
i + dalan i dalan ‘di jalan’
i + sopo i sopo ‘di gubuk’
2. Kata benda dalam BBT dapat mengikuti kata ganti: na, nami, mu.
a. na ‘nya’
Kata ganti na dalam BBT dapat mengikuti kata benda.
Contoh:
jabu + na jabuna ‘rumahnya’
ompung + na ompungna ‘neneknya’
inang + na inangna ‘ibunya’
bapa + na bapana ‘bapaknya’
anggi + na anggina ‘ adiknya’
b. nami ‘kami’
Kata nami dalam BBT dapat mengikuti kata benda.
Contoh:
huda + nami hoda nami ‘kuda kami’
horbo + nami horbo nami ‘kerbau kami’
manuk + nami manuk nami ‘ayam kami’
huting + nami huting nami ‘kucing kami’
biang + nami biang nami ‘anjing kami’
c. mu ‘mu’
Kata mu dalam BBT dapat mengikuti kata benda.
Contoh:
manuk + mu manukmu ‘ayam kamu’
guru + mu gurumu ‘guru kamu’
piso + mu pisomo ‘pisau’
B. Ciri-ciri Morfologis
Sebelum berbicara tentang ciri-ciri morfologis kata benda, terlebih dahulu akan dibicarakan mengenai apa morfologi itu.
Dalam membicarakan morfologi ini, penulis mengutarakan beberapa pendapat sarjana bahasa di antaranya adalah sebagai berikut.
Keraf (1979:60) mengatakan, “Morfologi ialah bagian dari tata bahasa yang membicarakan bentuk kata”.
Hockett (1958:177) mengatakan, “Morfologi adalah merupakan kumpulan dari morfem-morfem, dan membentuk ragam kata dari morfem-morfem tersebut”.
Verhaar (1977:52) seorang ahli bahasa mengatakan, ”Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian kata secara gramatika”.
Berdasarkan beberapa pendapat sarjana tersebut maka penulis dapat membuat kesimpulan bahwa morfologi itu adalah suatu cabang ilmu bahasa yang membicarakan tentang morfem-morfem bebas, atau morfem terikat dan morfem itu dapat disusun membentuk kata. Atau dengan kata lain, suatu bidang ilmu bahasa yang membicarakan tentang seluk beluk bentuk kata.
Kata benda dalam BBT dapat dibentuk dengan beberapa proses morfologis yaitu dengan afiksasi, reduplikasi, dan kompositum.
1. Pembetukan Kata Benda dengan Afiksasi
Pembentukan kata benda melalui proses afiksasi, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks.
a. Prefiks par-, prefiks paN-
Prefiks par- dan prefiks paN- dalam BBT dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata benda, kata kerja, kata keadaan.
1. Prefiks par- yang dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata benda.
Contoh:
par- + jabu ‘rumah ‘ ‘orang yang mempunyai rumah’
par- + motor ‘mobil’ ‘orang yang mempunyai mobil’
par- + huta ‘kampung’ ‘orang yang mempunyai kampung’
par- + manuk ‘ayam’ ‘orang yang mempunyai ayam’
par- + balian ‘ladang’ ‘orang yang mempunyai ladang’
par- + abit ‘pakaian’ ‘orang yang mempunyai pakaian’
2. Prefiks paN- yang dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata kerja.
Contoh:
paN- + gadis ‘jual’ panggadis ‘penjual’
paN- + jalo ‘terima’ panjalo ‘penerima’
paN- + alo ‘lawan’ pangalo ‘pelawan’
paN- + duda ‘tumbuk’ panduda ‘orang yang menumbuk’
paN- + jangkit ‘panjat’ panjangkit ‘pemanjat’
3. Prefiks par- yang dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata keadaan
Contoh:
par- + biar ‘takut’ parbiar ‘penakut’
par- + bada ‘kelahi’ ‘orang yang suka berkelahi
par- + tangis ‘nangis’ ‘orang yang suka menangis’
par- + daddi ‘cengeng’ ‘orang yang suka cengeng’
par- + lungun ‘rindu’ ‘orang yang suka rindu’
b. Infiks –in-
Infiks –in- dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata kerja.
Contoh:
-in- + suan ‘tanam’ sinuan ‘yang ditanam’
-in- + takko ‘curi’ tinakko ‘yang dicuri’
-in- + tutung ‘bakar’ tinutung ‘yang dibakar’
c. Sufiks –an
Sufiks –an dapat membentuk kata benda dari kata dasar kata kerja.
contoh:
-an + hundul ‘duduk’ hundulan ‘tempat duduk’
-an + inum ‘minum’ inuman ‘minuman’
-an + suan ‘tanam’ suanan ‘tanaman’
2. Pembentukan Kata Benda dengan Reduplikasi
Reduplikasi pembentuk kata benda dalam BBT ialah reduplikasi seluruh bentuk dasar, reduplikasi sebagian bentuk dasar, dan dengan reduplikasi proses morfologis.
a. Reduplikasi seluruh bentuk dasar
Contoh:
jabu-jabu ‘rumah-rumah’
sopo-sopo ‘gubuk-gubuk’
bapa-bapa ‘bapak-bapak’
inang-inang ‘ibu-ibu’
b. Reduplikasi sebahagian bentuk dasar
Contoh:
pangan-panganan ‘makan-makanan’
podom-podoman ‘tempat tidur’
minum-inuman ‘minum-minuman’
meam-meaman ‘main-mainan’
c. Reduplikasi dengan proses morfologis.
Contoh:
dakdanak-dakdanakon ‘orang yang mempunyai sifat ke kanak-kanakan’
jolma-jolmaon ‘orang-orangan’
3. Pembentukan Kata Benda dengan Kompositum
Kompositum pembentuk kata benda dalam BBT dengan berstruktur kata benda dengan kata benda, kata benda dengan kata keadaan.
a. Kata benda dengan kata benda.
Contoh:
mata ni aek ‘mata air’
hudon tano ‘periuk yang terbuat dari tanah’
bunga passur ‘bunga pancur’
b. Kata benda dengan kata keadaan
Contoh:
baju nabontar ‘baju putih’
baju nabirong ‘baju hitam’
birong galot ‘hitam pekat’
2.2.2 Pengertian Transformasi Generatif
Beberapa ahli tata bahasa membuat batasan-batasan transformasi di bawah ini:
Keraf ( 1980: 153) mengatakan, “Transformasi adalah suatau proses merubah bentuk bahasa menjadi bentuk-bentuk lain, baik dari bentuk sederhana ke bentuk yang kompleks maupun dari bentuk kompleks ke bentuk yang sederhana”.
Samsuri (1981 :35) mengatakan, “Transformasi adalah proses atau hasil pengubahan sebuah struktur kebebasan atau atruktur yang lain menurut kaidah tertentu”.
Kridalaksana (1984 :198) mengatakan, “Transformasi adalah kaidah untuk mengubah atruktur gramatikal lain dengan menambah, mengurangi, atau mengatur kembali konstituen-konstituennya”.
Rosenbaun (1968 : 28) mengatakan, “Transformasi convert one sentences structure by performing verious operations on the constituens making up there tructure”.
Terjemahannya:
“Transformasi adalah proses perubahan struktur dalam suatu kalimat ke dalam struktur luar atau struktur permukaannya”.
Berdasarkan pendapat keempat ahli bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa transformasi generatif itu merupakan proses atau kaidah perubahan dari struktur dalam, menjadi struktur luar atau permukaannya, baik dalam menambah, mengurangi (penghilangan), permutasi, maupun pergantian.
2.2.3 Kaidah-kaidah Tatabahasa Transformasi
Kaidah-kaidah transformasi terdiri dari dua bagian-bagian, yang pertama merupakan konstruksi yang menyatakan kelas kalimat-kalimat yang akan dicocokkan dengan kaidah-kaidah. Sedangkan bagian kedua menyatakan struktur perubahan tersebut. Dalam menderivasikan suatu bentuk ke bentukyang lain dalam transformasi digunakan tanda-tanda atau simbol dan rumus-rumus untuk menganalisis serta menghasilkan bentuk-bentuk yang gramatikal dalam suatu bahasa.
Tanda-tanda atau simbol-simbol tata bahasa transformasi pada dapat dibagi atas:
Tanda-tanda kategori kata
Tanda-tanda kategori gramatis
Tanda-tanda operasi
Tanda-tanda peringkas
1) Tanda-tanda Kategori Kata
Tanda-tanda kategori kata ini merangkum kategori kata.
Contoh:
B = untuk kata benda,
KE = untuk kata kerja,
S = untuk kata sifat,
GB = untuk gatra benda,
GS = untuk gatra sifat,
GPD = untuk gatra predikat.
2) Tanda-tanda Kategori Gramatika
Tanda-tanda ini antara lain:
K = untuk kalimat,
Asp = untuk aspek,
M = untuk modal.
3) Tanda-tanda Operasi
Tanda-tanda operasi ini melukiskan terjadinya suatu proses yang berlangsung sesuai dengan tanda-tanda yang ada.
Contoh;
a. Tanda panah/→/ dan panah ganda/ ====> / untuk penulisan kembali.
Contoh: K → GB + GK atau K ==== GB + GK, yang artinya ialah bahwa kalimat di atas ditulis kembali sebagai gatra benda di ikuti gatra kerja.
Pada dasarnya kedua tanda panah di atas mempunyai maksud dan arti yang sama, namum dalam pemakaiannya kadang-kadang ada yang membedakannya, yaitu:
Panah biasa/ -→ / dipergunakan untuk rumus struktur frasa, sedangkan
Panah ganda/ ====> / dipergunakan untuk rumus-rumus transformasi.
b.Tanda / + / untuk menyatakan tanda penghubung.
Contoh: GB + GK, maksudnya ialah bahwa Gatra Benda diikuti dengan Gatra Kerja.
Tanda penghubung / + / ini, kadang-kadang dapat diganti dengan tanda sirkum fleksa/ ^ / atau dengan tanda tolak / - /,
Ataupun dengan tidak ada tanda atau simbol sama sekali.
Jadi penulisan GB + GS sama dengan GB GS, GB-GS, GB GS. Pemakaian tanda-tanda ini diharapkan dipilih salah satu simbol-simbol tersebut, agar jangan menimbulkan kebingungan bagi pembaca.
4) Tanda Peringkas
Sebenarnya tanda-tanda peringkas ini merupakan bagian dari tanda-
Tanda operasi, tetapi penulis sengaja mengkhususkannya.
Tanda-tanda peringkas ini terdiri dari:
a. Tanda kurung sabit (. . . . ) mengatakan ‘manasuka’ atau unsur-unsur yang
terdapat didalam kurung sabit tersebut boleh dipakai dan boleh tidak.
Contoh: K ===> GB + (PEN), yang maksudnya bahwa kalimat di tulis kembali sebagai gatra benda yang dapat diikuti oleh penunjuk.
K ====> GB,
K =====> GB + (PEN)
b. Kurung busur {. . . .} untuk “alternatif”
contoh: PEN ini, itu
artinya penunjuk itu ditulis kembali sebagai ini atau sebagai itu, dengan kata lain rumus ini adalah persatuan dari dua rumus yaitu:
(1) PEN itu
(2) PEN ini
c. Tanda koma / , / ini dipergunakan untuk menghindarkan pemakaian rumus
yang terlalu panjang kebawah jika ditulis dengan simbol kurung busur.
Contoh: O a, b, c, d, e, f, g, ……..dst.
Artinya
O a
O b
O c Dan seterusnya
2.2.4 Syarat-syarat Penulisan Tatabahasa Transformasi
Syarat-syarat penulisan tatabahasa transformasi menurut Noam Chomsky dan kawan-kawan adalah sebagai berikut:
a. Formal
b. Eksplisit
c. Praktis
d. General
e. Ekonomis
A. Formal
Tata bahasa itu harus formal, artinya setiap aturan tata bahasa apapun harus mengenai rekaman atau transkripsi hakikat ucapan bahasa. Jadi yang diteliti adalah gerakan mulut, hakikat bunyi, transkripsi fonetik maupun fonetis, dan lain-lain.
B. Eksplisit
Eksplisit ialah apabila setiap aturan tata bahasa apapun harus mempunyai satu tafsiran saja, sehingga tidak menimbulkan beberapa tafsiran.
Tampaklah dengan jelas dalam keeksplisitan tata bahasa harus diperhatikan adalah kemampuan untuk membedakan kalimat mana yang termasuk ke dalam unsur kalimat dan mana di luar kalimat, dan mengetahui perbedaan-perbedaan, persamaan-persamaan di antaranya. Dengan demikian yang diharapkan dari deskripsi yang bersifat eksplisit ini adalah agar setiap pemakai bahasa dapat membuat, membedakan kalimat-kalimat dari bahasa yang belum pernah didengar sebelumnya.
C. Praktis
Suatu tata bahasa harus praktis, yaitu setiap aturan tata bahasa apapun harus besar dan dapat menghasilkan bentuk-bentuk gramatis dengan hanya mempergunakan aturan itu semata-mata, tanpa memerlukan bantuan tindakan-tindakan lain.
Untuk mengetahui apakah suatu bentuk itu merupakan suatu kalimat atau tidak, maka diperlukan kamus atau berkonsultasi dengan informan untuk mengetahui apakah suatu bentuk itu berarti atau tidak.
D. General
Kridalaksana (1984:57) menyatakan,
“Generatif ialah dengan sejumlah kaidah dan dengan satuan-satuan yang terbatas mampu menghasilakn unsur secara tidak terbatas”.
Maka dapat disimpulkan bahwa setiap aturan tatabahasa apapun harus berlaku untuk semua tatabahasa, baik yang diketahui, atau yang belum diketahui. Hal ini sesuai dengan analisis linguistik yaitu meramalkan fakta-fakta suatu bahasa.
Gagasan Noam Chomsky, bahwa tatabahasa itu haruslah menghasilkan semua kalimat-kalimat gramatis yang mungkin ada dalam bahasa.
E. Ekonomis
Suatu tatabahasa itu harus ekonomis, yaitu bahwa aturan-aturan tatabahasa itu diusahakan sedikit mungkin.
Hal ini nampak dalam penerapan dibawah ini:
1. Rumus-rumus transformasi itu harus secara beraturan baik.
a. Pertama kali memenuhi syarat-syarat analisis struktural, yaitu merupakan
analisis suatu unsur bawah langsung.
b. Rumus-rumus transformasi itu harus berurutan dengan baik, pertama dengan
urutan rumus-rumus transforrmasi wajib (Tw)baru diturunkan dengan
rumus-rumus manasuka (optimal) atau sebaliknya, dengan kata lain bahwa
transformasi wajib tidak boleh digabungkan.
c. Kemudian rumus-rumus morfofonemik. Rumus morfofonemik yang
mengenai keharusan untuk mengobah morfofonim (N) menjadi fonem q, m,
n, ng, ny,.
Contoh:
q l
m b
Tw ( n t )
ng g
ny s
Artinya, menyatakan bahwa N harus ditulis balik sebagai berikut:
a. q jika diikuti oleh akar kata yang berpangkal q = l,
b. m jika diikuti oleh akar kata yang berpangkal b,
c. n jika diikuti akar kata yang berpangkal t,
d ng jika diikuti oleh akar kata yang berpangkal g,
e. ny jika diikuti oleh akar kata yang berpangkal s,
2. Harus logika (rasional)
a. Simbol daftar isi buklan akhir, tidak boleh disatukan dengan daftar isi akhir.
Contoh:
K → GB + GPD → apakah + GB + GPD, tetapi
K → GB + GPD → TAN + GB + GPD
b. Simbol-simbol daftar isi yang lebih tinggi tidak boleh disatukan dengan
simbol daftar isi yang lebih rendah.
Contoh:
K → GB + GPD
GB → B + PEN
GPD → KE + B
Dari penderivasian di atas maka tidak diperbolehkan dalam pemakaian:
K → PEN + GPD
K → KE + GPD
Karena PEN dengan GPD dan KE + GPD bukanlah merupakan daftar isi yang sejajar, sedangkan daftar isi PEN, KE lebih rendah daripada daftar isi GPD dan GPD.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Dasar
Dalam usaha mengumpulkan data penelitian ini, penulis melaksanakan penelitian dengan metode lapangan dan metode kepustakaan (studi pustaka), dengan mengkaji, mengambil, mencatat dan memeriksa sejumlah data yang diperlukan dari buku, penelitian-penalitian, atau tulisan-tulisan lain mengenai BBT. Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif.
3.2 Lokasi Data Sumber
Penelitian dilakukan di Desa Panampangan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Lokasi ini merupakan mayoritas penutur asli BBT. Dalam penyusunan skripsi ini penyulis memperoleh data dari lapangan (File Research) dan kepustakaan (Library Research). Sumber data tersebut berbentuk lisan dan tulisan. Data lisan diperoleh dari penutur asli BBT, sedangkan data tulisan diperoleh dari buku-buku yang berhubungn dengan BBT.
Sumber data yang diperoleh dalam pendeskripsian ini adalah kutipan dari buku-buku yang ada relevansinya dengan skripsi ini. Sebagai sumber data penulis adalah dari informan. Artinya, jika penelitian menggunakan metode wawancara dengan pengumpulan datanya, maka subjeknya responden dan apabila menggunakan metode observasi dalam pengumpulan datanya, maka subjeknya berupa benda atau tempat.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh penulis seperti buku-buku bacaan yang disususn oleh pakar-pakar bahasa, dalam arti yang lengkap dan sistematis sehingga mudah di olah. Adapun alat-alat yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah seperti buku-buku, pulpen, dan alat rekam.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam usaha pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa metode yaitu:
1. Metode Observasi
Metode observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung ke daerah objek penelitian terutama mengenai bahasanya dengan turun ke lapangan.
2. Metode Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lanjut dan terperinci mengenai nominalisasi BBT kajian transformasi generatif. Melakukan wawancara kepada penutur yang dianggap memenuhi syarat sebagai informan.
3. Metode Kepustakaan
Metode ini digunakan untuk mendapatkan keterangan tentang penelitian yang pernah dilakukan terhadap bahasa-bahasa daerah, mengumpulkn bahan yang berkaitan dengan bahan yang sedang diteliti, serta mencari buku-buku yang berhubungan dengan BBT.
3.5 Metode Analisis Data
Untuk memeperjalas keakuratan data, penulis menganalisis dan memperjelas nominalisasi BBT kajian transformasi generatif, sehingga skripsi ini merupakan penganalisisan terhadap proses pembentukan kata benda dengan kajian transformasi generatif. Metode yang digunakan dalam menganalisis data yaitu data yang terkumpul mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisis. Alat penentu analisis bahasa adalah bagian dari bahasa yang diteliti ( Sudaryanto, 1993 :15). Penulis menganalisis proses pembentukan kata benda berdasarkan kajian atau teori transformasi generatif sesuai langkah-langkah yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
NOMINALISASI BBT: KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF
4.1 Bentuk-bentuk Nominalisasi BBT Kajian Transformasi Generatif
Secara umum dalam tata bahasa transformasi tidak hanya memerlukan suatu teori, tetapi juga harus ada aturan–aturan yang dapat mengubah suatu bentuk kalimat ke kalimat yang lain dan juga harus dapat dikembalikan pada kalimat-kalimat asalnya atau seperti semula.
Chomsky membuat suatu bentuk perubahan-perubahan atau suatu proses transformasi dalam empat bagian :
1. Proses penambahan (addition)
2. Proses penghilangan (delectio)
3. Proses permutasi (permutation)
4. Proses pergantian (substitution)
5. Proses Transformasi nominal atau nominalisasi
4.1.1 Proses Penambahan (addition)
Proses penembahan merupakan suatu proses unsur yang masuk pada sesuatu unsur yang telah ada penambahan, biasanya berupa unsur yang belum ada pada struktur tersebut.
Proses penambahan ini secara umum terjadi apabila hasil transformasi itu diharapkan lebih jelas dalam memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan penulis atau pengujar. Penambahan ini mempunyai struktur yang telah ada pada umumnya berupa kata tanya, partikel yang mampu memperjelas maksud dari pengujar kata tersebut.
Contoh:
Lao oma tu juma..
‘Ibu pergi ke ladang’
Simbol : GK + GB + ADV
Kalimat di atas mengalami penambahan boasa ‘mengapa’ yang diletakkan pada awal/di depan GB, sehingga berubah menjadi:
Boasa lao oma tu juma?
‘Mengapa ibu pergi ke ladang’
Simbol : TAN + GK + GB + ADV
Proses penambahan ini dapat diletakkan di depan kalimat, tengah kalimat, maupun pada akhir kalimat.
Contoh pada awal kalimat:
Manuhor sira bapa.
‘Bapak membeli garam’
Simbol: GK + GB1 + GB2
Kalimat tersebut mengalami penambahan pada awal kalimat.
Contoh:
didia bapa manuhor sira?
‘Di maba bapak membeli garam?’
Simbol: TAN + GB1 + GK + GB2
Contoh pada tengah kalimat:
Manuhor sira bapa.
‘ Bapak membeli garam’
Simbol : GK + GB1 + GB2
Kalimat tersebut mengalami penambahan partikel pada pertengahan kalimat.
Contoh:
Manuhor sira do bapa.
’bapak telah membeli garam’
Simbol : GK + GB1 + ASP + GB2
Contoh pada akhir kalimat :
Manuhor sira bapa.
‘bapak membeli garam’
Simbol: GK + GB1 + GB2
Kalimat tersebut mengalami penambahan pada akhir kalimat.
Contoh:
Manuhor sira bapa i lapo.
‘Bapak membeli garam di kedai’
Simbol : GK + GB1 + GB2 + ADV
4.1.2 Proses Penghilangan (delection)
Proses penghilangan ini memberikan gambaran bahwa dalam struktur urutan unsur-unsur yang membentuk suatu kalimat ada bentuknya yang dihilangkan. Proses penghilangan ini adalah proses yang merubah konstituen dengan menghilangkan konstituen yang identik.
Penghilangan ini dapat terjadi dan berlaku jika si pendengar maupun pembaca dapat mengerti dengan segera apa yang dihilangkan.
Sehubungan dengan hal ini, penulis mengutip pendapat ahli bahasa tentang proses penghilangan yaitu Samsuri dalam bukunya Kamus Istilah Linguistik Transformasi.
Samsuri (1982: 22) mengatakan,
“Proses penghilangan atau delection adalah proses atau hasil hilangnya suatu bentuk bahasa dari lingkungannya”.
Pendapat samsuri ini dengan uraian di atas dapat di katakan sangat relevan, bahwa dalam proses penghilangan ini ada suatu sistematis dapat di gambarkan:
A + B → C dan B → C
Contoh :
Lao ito tu onan. ‘Abang pergi ke pasar’
Lao ito tu juma.. ‘Abang pergi ke ladang’
Lao ito tu onan, mulak sian i tu juma.
‘Abang pergi ke pasar, sesudah itu ke ladang’
Kalimat di atas mengalami penghilangan pada kata ito.
Mangalap soban tulang, nantulang pe mangalap soban.
‘Paman menjemput kayu, bibi juga menjemput kayu’
Tulang mangalap soban, nantulang pe.
‘Paman menjemput kayu, bibi juga’
Kalimat di atas mengalami penghilangan pada kata soban.
Penghilangan bentuk seperti contoh di atas menjelaskan bahwa dalam kalimat-kalimat di atas tidak menimbulkan pengertian yang berbeda. Tetapi penghilangan beberapa konstituen yang identik tersebut dapat mem[pertsingkat pengujaran, mengurangi kemubaziran, dan pengertian yang disampaikan sama dengan yang dimaksudkan oleh penutur atau penulis.
4.1.3 Proses Permutasi (Permutation)
Transformasi kalimat, transformasi proses permutasi ini adalah menggambarkan terjadinya perputaran atau pertukaran tempat, namun arti dari kalimat tersebut tidaklah berubah.
Sebagaimana dengan pendapat samsuri dalam bukunya Kamus Linguistik Transformasi menyatakan:
Samsuri (1981:27) menyatakan,
“Permutasi atau permutation salah satu transformasi elementer yang menyelang-nyeling unsur kalimat yang terbentuk urutan kata yang baru yang gramatikal”.
Secara sintaksis dapat digambarkan:
A + B → B + A:
Contoh:
lao ito tu medan marsogot.
‘Abang pergi ke medan besok’
marsogot ito lao tu medan.
‘Besok abang pergi ke medan’
Simbol: GK + GB + ADV1 + ADV2 →
ADV2 + GB + GK ADV1
i sopo ito mangallang gadong.
‘Abang makan ubi di gubuk’
mangallang gadong ito i sopo.
‘Abang makan ubi di gubuk’
Simbol: ADV + GB1 + GK + GB2 →
GK + GB1 + GB2 + ADV
mangkail halaki tu binanga nantuari.
‘mereka memancing ke sungai kemarin’
mangkail halaki nantuari tu binanga..
‘memancing ke sungai mereka semalam’
Simbol: GK + GB + ADV1 + ADV2 →
GK + ADV2 + GB + ADV1
4.1.4 Proses Pergantian (Substitution)
Sebagaimana pendapat Samsuri bahwa substitusi atau pergantian adalah proses atau pergantian unsur atau bentuk yang lain dalam satuan yang lebih besar (1981 : 31).
Dari pendapat ahli bahasa di atas, maka dapatlah penulis menarik kesimpilan bahwa proses penggantian (substitution) itu adalah merupakan proses memperoleh konstituen yang identik dengan tujuan untuk menghindari pemakaian kata-kata yang sama secara berulang-ulang dan menyingkatkan.
Contoh:
Si Togar manuri obuk Togar.
‘Togar menyisir rambutnya’
Simbol: GB1 GK GB
Si Togar manuri obukna.
‘Si Togar menyisir rambutnya’
GB1 GK GB2 (Sub)
Dari kalimat di atas jelaslah bahwa kata Togar diganti menjadi na yang merupakan kata ganti atau disebut juga dengan klitik, namum pengertian kalimat itu tidak berubah walaupun terjadi proses pergantian konstituen yang identik.
4.1.5 Transformasi Nominal atau Nominalisasi
.Transformasi nominal atau nominalisasi ini dapat diinterpretasikan sebagai:
1. Nominalisasi orang
2. Nominalisasi alat
3. Nominalisasi tempat
4. Nominalisasi hasil dan keadaan
Berikut akan diuraikan secara rinci
1. Transformasi Nominalisasi Orang (Tnom. Orang)
Tranformasi nominal orang (Tnom. Orang) dibedakan menjadi dua yaitu, transformasi nominal agens/pelaku dan transformasi nominal pasiens/penderita.
Tnom. Agens di bagi lagi atas Tnom. Propesional atau tetap dan Tnom. Insidental tidak tetap. Pada umumnya Tnom. Orang diturunkan dari klausa yang mengandung verbum dan adjektif yang berfungsi sebagai predikat.
Kaidah-kaidah transformasi yang dimaksudkan yaitu:
a. Tnom. Propesional/Tetap
Contoh:
Struktur- Dalam (SD)
Struktur- Luar (SL)
Kaidah: mar- Vdasar
Kl.-(Adjektif)
Contoh: Halak i mar- tumbuk.
‘Orang itu ber- tinju’
Halak i mar- tiga tiga.
‘Orang itu ber- dagang’
Dakdanak i jungkat.
‘Anak itu jahat’
par-Vd
par- (Adjektif)
par- tumbuk i….
‘pe- tinju itu’
par- tiga tiga i….
‘pe-dagang itu’
par- jahat i……
‘pen-jahat itu’
Transformasi nominal propesional dalam BBT berguna dalam penyebutan atlet olah raga secara propesional seperti: par lange, par tumbuk, par bola.
b. Tnom. Tidak Tetap/ Insidental
Dalam BBT ada perbedaan antara nominalisasi propesional dan
nominalisasi tidak tetap seperti contoh: partumbuk- panumbuk.
Contoh:
Struktur- Dalam (SD)
Struktur- Luar (SL)
Kaidah: maN-Vdasar
(ma-, man-, mang-)
contoh: Halak i manjaha buku.
‘Orang itu membaca buku’
Halak i manangko.
‘Orang itu mencuri’
Halak i manggambar huting.
‘Orang itu menggambar kucing’
paN- Vdasar
(pam-, pan-, pang-)
Panjaha buku i…..
‘Pembaca buku itu’
Panangko i…
‘pencuri itu’
Panggambar huting i…
‘Penggambar kucing itu’
2 Transformasi Nominalisasi Alat (Tnom. Alat)
Kaidah Tnom. Alat dirumuskan sebagai berikut: SD= Nom. Alat +maN-Vdasar + …..menjadi SL= Nom. Alat + paN- Vdasar. Satu syarat dalam Tnom.alat ini ialah nomen alat dalam klausa masukan aklan tampil pula dalam strukrur –luar menyertai Tnom. Alat.
Contoh:
Struktur-Dalam (SD)
Struktur-Luar (SL)
Kaidah: N. alat + maN-Vdasar+…
Contoh: Motor mangangkat sampah.
‘Mobil pengangkat sampah’
Ibana manembak biang pakke batu.
Ia menembak anjing pakai batu
Nomen alat+ paN-Vdasar+….
motor pangangkat sampah.
‘motor pengangkut sampah’
pakke batu manembak biang i.
‘pakai batu menembak anjing itu’
3 Transformasi Nominalisasi Tempat (Tnom. Tempat)
Dalam BBT ada Tnom untuk menyatakan tempat. Transformasi nominal tempat ini pun diturunkan dari struktur-dalam yang memenuhi curi-ciri dan menyediakan unsur-unsur untuk dapat ditransformasikan dan diinterpretasikan sebagai tempat. Kaidah Tnom. Tempat ini adalah sebagai berikut: SD maN-Vdasar ditransformasikan ke SL dengan Vdasar-an. Kaidah kedua dari Tnom. Tempat ialah: SD tempat posesif/milik nomen atau SD tempat tinggal untuk nomen ditransformasikan ke SL dengan sufiks –an dan konfiks ke-an.
Contoh:
Struktur-Dalam (SD)
Struktur Luar (SL)
kaidah : maN-Vdasar
contoh: Halak i manaring aek.
‘Orang itu menyaring air’
Halak i mangkilo angka dakdanak.
‘Orang itu menimbang anak’
Vdasar-an
saringan aek
‘saringan air’
kiloan anak
‘timbangan anak’
4 Transformasi Nominalisasi Hasil atau Keadaan
Nominalisasi hasil atau keadaan dapat diinterpretasikan sebagai satu hasil atau keadaan dan tetap dari klausa masukan dalam SD. Kaidah Tnom. hasil adalah sebagai berikut: maN-Vdasar atau ber-Vdasar SD ditransformasikan ke SL dengan Vdasar-an dan Vdasar+ke-an, Nomen +0Vdasar ditransformasikan secara morfemis dengan –an dan ke-an pula.
Contoh:
Struktur-Dalam (SD)
Sruktur-Luar (SL)
Kaidah: maN-+Vdasar
contoh: Dakdanak i manurat i papan tulis.
‘anak-anak itu menulis di papan tulis’
Vdasar-an
suratan ni dakdanak i
‘tulisan anak-anak itu’
4.2 Fungsi Nominalisasi BBT Kajian Transformasi Generatif
Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang transformasi generatif, dimana struktur nominalisasi tersebut nampak pertransformasi, tetapi walaupun srtukuturnya berbeda namun maknanya masih berkaitan erat.
Seperti contoh berupa kalimat dibawah ini:
Manggagat duhut horbo.
‘kerbau memakan rumput’
Duhut i gagat horbo.
‘Rumput dimakan kerbau’
Kalau diperhatikan kalimat tersebut maka antara kalimat (1) dengan kalimat (2) sangat erat hubungan maknanya. Di sini karena adanya mekanisme terhadap transformasi (pengalihan dari bentuk aktif menjadi bentuk pasif).
Pada kalimat (1) , Manggagat duhut horbo. ‘kerbau memakan rumput’. Kata horbo ‘kerbau’ didahului kata kerja menempati subjek dan duhut ‘rumput’berada sesudah kata kerja yang menempati sebagai objek penderita, sedangkan pada kalimat (2), Duhut i gagat horbo ‘rumput dimakan kerbau’. Berarti mempunyai struktur, duhut ‘rumput’ mendahului kata kerja menempati subjek dan horbo ‘kerbau’ didahului kata kerja dan menempati objek pelaku. Disini terlihat adanya perubahan dalam relasi posisi (positional relations).
Berdasarkan inilah dibuat satu generalisasi sederhana yaitu mengubah posisi kata benda, dan merubah kata kerja aktif menjadi kata kerja pasif. Hal ini menurut Chomsky disebut transformasi pasif.
Dalam hubungan ini, kalimat aktif menjadi kalimat pasif perubahannya terjadi sehubungan dengan pentransformasian. Kalimat tersebut dapat digambarkan dalam bentuk simbol sebagai berikut:
Kalimat
1. Manggagat duhut horbo ‘kerbau memakan rumput’
Simbol :
ma(N) + Kj + GB1 + GB2
1 2 3 4
2. Duhut igagat horbo ‘rumput dimakan kerbau’
GB1 i + Kj + GB2
3 1 2 4
Perubahan struktur: 1-2-3-4 3-1-2-4
Jadi dengan menggunakan simbol-simbol dalam transforamsi kalimat (1) manggagat duhut horbo ‘kerbau memakan rumput’ diubah menjadi kalimat (2) duhut igagat horbo ‘rumput dimakan kerbau’, mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif dapat diinginkan rumus sederhana yaitu:
ma(N) + Kj + GB1 GB2 + GB1 + i + Kj + GB2
1 2 3 4 4 1 2 3
Kalimat (1) adalah kalimat yang gramatis yaitu:
maN- + Kj + GB1 + GB2 dan diubah menjadi kalimat (2) dengan berpola GB1 + i + Kj + GB2 di mana juga adalah kalimat gramatis.
Selanjutnya penulis akan membahas fungsi nominalisasi BBT berdasarkan kajian transformasi generatif terdiri atas beberapa bagian yaitu:
1. Transformasi nominalisasi “proses”
2. Transformasi nominalisasi “pelaku”
3. Transformasi nominalisasi “posesif”
4.2.1 Transformasi Nominal “Proses” (Tnom. proses)
Pada transformasi nominalisasi proses ini konstituen pembentuknya berasal dari kata kerja menjadi kata benda dan mempunyai pengertian “proses”.
Pada dasarnya kata kerja yang dibentuk menjadi nominal adalah kata kerja yang dibubuhi afiks: mar-dan ma(N)-. Rumus transformasi nominalisasi proses ini dapat dituliskan sebagai berikut:
ma(N)-
SD : (X) Kj (AFK) (Y)
mar-
ma(N)-
ST : NOM Kj (afk) (Y)
mar-
pa(N)-
SL : Kj + (an) (X) (Y)
par-
Contoh
SD : Gelleng nai mangalo hatani guru na.
‘Anaknya itu melawan perintah gurunya’
ST : NOM + Gelleng nai mangalo hatani guruna.
↓Tnom. Proses
Struktur Luar : Gellengna i pangalo hata ni guru
‘Anaknya itu pembantah perintah gurunya’
Analisis Struktur : GB1 + GK + GB2 →
GB1 + GB2 + GB3
Transformasi nominal proses ini, setelah diturunkan atau diderivasikan, afiks par-an, paN-an kadang-kadang yang dipakai hanya afiks par-, pa(N)- sedangkan afiks- an tidak ikut.
Contoh:
SD : Mambahen kue halak i.
‘Mreka membuat kue’
SL : Pambahen kue do halak i.
‘Mreka tempat pembuatan kue’
Analisis Struktur : GK + GB1 + GB2
GB1 + GB2 + GB3
Dalam transformasi nominalisasi proses ini tidak semua kata kerja dapat menjadi nominalisasi proses karena kata kerja itu bila mendapat afiks par-an, paN-an kadang-kadang menjadi alat pegangan.
4.2.2 Transformasi Nominalisasi “Pelaku” (Tnom. Pel)
Transformasi nominalisasi pelaku ini juga diturunkan dari kata kerja yang mendapat afiks mar-, maN, jika diturunkan maka mendapat afiks par- dan paN-
maN-
SD : (X) ( ) Kj (Afk) (Y)
mar-
pa(N)-
ST : NOM (X) ( ) Kj (Afk) (Y) ↔
par-
pa(N) + Kj (X) (Y)
Contoh:
SD : Manuhor buku baru i ito.
‘Abang membeli buku baru itu’
Struktur Dalam : Nom + manuhor buku baru i ito
↨Tnom. Pel
Struktur Luar : Panuhor buku baru i ito.
‘Pembeli buku baru itu abang’
Analisis Struktur : maN- + Kj + GB1 + GB2→
paN- + Kj + GB1 + GB2
4.2.3 Transformasi Nominalisasi “Posesif” (Tnom. Pos)
Dalam transformasi posesif tidak dapat melupakan kata ganti milik atau posesif.
Dalam BBT posesif ini ada empat jenis yang dituliskan menjadi satu dengan gatra yang dilekati posesif. Pada BBT ini ada bedanya dengan posesif dalam bahasa Indonesia. Dalam BBT, bila posesif ini akan melekat maka terlebih dahulu afiks mar-melekat pada gatra benda tersebut, di mana afiks mar- tersebut mempunyai arti ‘mempunyai (punya)’, yang lain hanya merupakan pemindahan lingkungan saja.
Dari uraian di atas, dapat dibuat rumus sebagai berikut:
SD : GB1 + mar + GB2 + (X)
mu
na
ST : GB2 + ( ) + (X)
ta
hu
Contoh
1.SD: boan marsogot tu jabu bajumu
‘Besok bawa bajumu ke rumah’
ST : Pos + boan marsogot bajumu tu jabu
↓ Tpos
SL : bajumu boan tu jabu marsogot.
‘besok bawa bajumu ke rumah’
Analisis Struktur : GK + ADV1 + ADV2 + GB
GB + GK + ADV2 + ADV1
2. SD : Jabukku jonok tu onan.
‘Rumahku dekat ke pasar’
ST : Pos + Jabukku jonok tu onan.
↓Tpos
SL: Jonok tu onan jabukku.
‘Rumahku dekat ke pasar’
Analisis struktur : GB + GS + ADV →
GS + ADV + GB
3. SD : maraek do bajuna nantuari.
‘Kemarin bajunya basah’
ST : Pos + maraek do bajuna nantuari
↓ Tpos
SL : nantuari maraek do bajuna
‘Kemarin bajunya basah’
Analisis Struktur : GS + GB + ADV
ADV + GS + GB
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa lambang suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
2. Bahasa selalu berubah sesuai dengan perkembangan dan pengaruh yang didapatnya dari lingkungan bahasa. Perubahan terjadi karena adanya interaksi berbagai macam keperluan dan sistem hubungan yang makin terbuka dan mudah antara satu dengan yang lain.
3. Unsur – unsur linguistik yang secara kesatuan membentuk atau berfungsi untuk membentuk ataupun mempunyai kemungkinan membentuk suatu unsure yang lebih besar atau lebih tinggi pada tiap tingkat yang disebut bawahan langsung.
4. Bahasa daerah dan bahasa Indonesia memegang peranan penting dalam semua bidang kehidupan bangsa Indonesia. Bahasa sebagai suatu alat kebudayaan maupun bangsa dalam cirri khas mencerminkan hasil kebudayaan manusia.
Suatu hal yang tidak mudah disangkal bahwa masyarakat suatu daerah, umumnya merasa puas akan nilai yang terkandung dalam upacara adat yang terdapat pada suatu daerah, apabila mempergunakan bahasa daerah. Dengan demikian suku Toba pada umumnya, mempergunakan bahasa Toba pada upacara adat.
Bahasa Indonesia digunakan pada upacara- upacara resmi yang bersifat nasional, tugas antar jawatan pemerintahan maupun swasta, baik di sekolah - sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
5. Transformasi Generatif itu merupakan proses atau kaidah perubahan dari struktur dalam menjadi struktur permukaan, baik dengan penambahan, penghilangan, permutasi, maupun pergantian.
6. Dalam menurunkan atau menderivasikan suatu bentuk ke bentuk lain didalam transformasi digunakan tanda–tanda atau simbol–simbol dan rumus–rumus untuk menganalisis serta menghasilkan bentuk–bentuk yang gramatis dalam suatu bahasa.
7. Selain komponen sintaksis, semantik, dan fonologi dalam menyusun suatu tata bahasa haruslah diberikan uraian tentang kaidah – kaidah sebagai berikut :
Kaidah sintaksis
Kaidah transformasi atau daftar isi
8. Syarat–syarat penulisan transformasi generatif itu harus memenuhi formal, eksplisit, praktis, general, dan ekonomis.
Rumus–rumus transformasi harus beraturan dengan baik.
5.2 Saran
1. Melihat pentingnya kedudukan dan fungsi bahasa daerah di Indonesia kiranya para ahli bahasa memberikan perhatian lebih terhadap lembaga pendidikan yang memiliki tujuan sebagai cikal bakal pengembangan bahasa, khususnya bahasa daerah.
2. Penyelidikan terhadap bahasa – bahasa daerah terutama bahasa Toba perlu lebih di giatkan sebab bahasa daerah merupakan sumber kekayaan bahasa Indonesia yang tidak habis – habisnya.
3. Teori tatabahasa transformasi ini perlu diterapkan dalam pengkajian bahasa – bahasa daerah yang ada di Wawasan Nusantara.
4. Pemakaian istilah diusahakan agar seragam, baik bentuk maupun pengertian yang dimaksudkan. Kalau dapat diperlukan istilah Indonesia, dan istilah asing di indonesiakan supaya mudah diingat dan mudah dipakai juga dimengerti.
5. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya mahasiswa – mahasiswa yang ada di Departemen Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys, 1984. Tata Bahasa Indonesia, Jakarta: Nusa Indah.
…………….., 1980. Tatabahasa Indonesia. Ende- Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti, 1990. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia, Jakarta:
Gramedia Pustaka Umum.
…………………………, 1992. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta:Gramedia Pustaka Umum.
…………………………, 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Mees, C. A, 1951. Tata Bahasa Indonesia. Jilid II. Badan Penerbit 6. Kolff. Co.
Parera, Jos, Daniel, 1994. Morfologi Bahasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
…………………..., 1982. Pengantar Linguistik Umum Bidang Sintaksis Seri C.
Ende Flores: Nusa Indah.
Ramlan, 1982. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif.
Yogyakarta. UP. Karyono.
Rosenbaum, S, 1986. English Transformational Grmmar. Singapore: Toppan.
Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: USU Press.
Sinaga, Anicetus B, 2002. TataBahasa Toba, Medan: Bina Media.
Samsuri, 1982, Analisis Bahasa, Airlangga.
……….., 1981. Kamus Istilah Linguistik Transformasi. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Saragih, Mintahaly. 1988. Transformasi Kalimat Tunggal Bahasa Simalungun,
Medan. Skripsi Sarjana.
Slamet, Mulyono, 1957. Kaidah Bahasa Indonesia II. Penerbitan Jambatan,
Cetakan I Printing Co. Ltd.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.