Legenda Batu Gantung
(Cerita
Rakyat Sumatera Utara)
Disampaikan
oleh : Berliana Nababan
Departemen
Sastra Daerah, Prodi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas
Sumatera Utara
Pada jaman
dahulu kala di sebuah desa kecil di tepi Danau Toba hiduplah sepasang
suami-isteri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama
Seruni. Selain cantik, Seruni juga tergolong sebagai anak yang rajin karena
selalu membantu kedua orang tuanya ketika mereka sedang bekerja di ladang yang
hasilnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu hari,
Seruni harus bekerja di ladang seorang diri karena kedua orang tuanya sedang
ada keperluan di desa tetangga. Ia hanya ditemani oleh anjing peliharaannya
yang diberi nama Si Toki. Sesampainya di ladang Seruni hanya duduk termenung
sambil memandangi indahnya alam Danau Toba. Sementara anjingnya, Si Toki, ikut
duduk disamping sambil menatap wajah majikannya yang tampak seperti sedang
menghadapi suatu masalah. Sesekali sang anjing menggonggong untuk mengalihkan
perhatian Seruni apabila ada sesuatu yang mencurigakan di sekitar ladang.
Sebenarnya,
beberapa hari terakhir Seruni selalu tampak murung. Hal ini disebabkan karena
Sang Ayah akan menjodohkannya dengan seorang pemuda yang masih tergolong
sepupunya sendiri. Padahal, ia telah menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda di desanya dan
telah berjanji pula akan membina rumah tangga. Keadaan ini membuatnya menjadi
bingung, tidak tahu harus berbuat apa, dan mulai berputus asa. Di satu sisi ia
tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, namun di sisi lain ia juga tidak
sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya.
Setelah
merenung beberapa saat dan tanpa menghasilkan apa-apa, Seruni beranjak bangkit
dari tempat ia duduk. Dengan berderai air mata ia berjalan perlahan ke arah
Danau Toba. Rupanya ia sudah sangat berputus asa dan ingin mengakhiri hidupnya
dengan cara menceburkan diri ke Danau Toba. Sementara Si Toki yang juga
mengikuti majikannya menuju tepi danau hanya bisa menggonggong karena tidak
tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam benak Seruni.
Saat
berjalan ke arah tebing di tepi Danau Toba, tiba-tiba ia terperosok ke dalam
sebuah lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya. Dan, karena berada di dasar
lubang yang sangat gelap, membuat gadis cantik itu menjadi takut dan berteriak
minta tolong kepada anjing kesayangannya. Namun karena Si Toki hanyalah seekor
binatang, maka ia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali terus-menerus
menggonggong di sekitar mulut lubang.
Akhirnya
gadis itu pun semakin putus asa dan berkata dalam hati, “Ah, lebih baik aku
mati saja.”
Setelah
berkata seperti itu, entah mengapa dinding-dinding lubang tersebut mulai
merapat. “Parapat…! Parapat batu!” seru Seruni agar dinding batu semakin
merapat dan menghimpit tubuhnya.
Melihat
kejadian itu Si Toki langsung berlari ke rumah untuk meminta bantuan.
Sesampainya di rumah Si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan
sudah berada di rumah. Sambil menggonggong, mencakar-cakar tanah dan
mondar-mandir di sekitar majikannya, Si Toki berusaha memberitahukan bahwa
Seruni dalam keadaan bahaya.
Sadar akan
apa yang sedang diisyaratkan oleh si anjing, orang tua Seruni segera beranjak
menuju ladang. Keduanya berlari mengikuti Si Toki hingga sampai ke tepi lubang
tempat anak gadis mereka terperosok. Ketika mendengar jeritan anaknya dari
dalam lubang, Sang Ibu segera membuat obor sebagai penerang karena hari telah
senja. Sementara Sang Ayah berlari kembali menuju desa untuk meminta bantuan
para tetangga.
Tak berapa
lama kemudian, sebagian besar tetangga telah berkumpul di rumah ayah Seruni
untuk bersama-sama menuju ke lubang tempat Seruni terperosok. Mereka ada yang
membawa tangga bambu, tambang, dan obor sebagai penerangan.
Sesampainya
rombongan di ladang, sambil bercucuran air mata Ibu Seruni berkata pada
suaminya, “Pak, lubangnya terlalu dalam dan tidak tembus cahaya. Saya hanya
mendengar sayup-sayup suara anak kita yang berkata: parapat, parapat batu…”
Tanpa
menjawab pertanyaan isterinya, Ayah Seruni segera melonggok ke dalam lubang dan
berteriak, “Seruniii…! Serunii…!”
“Seruni…anakku!
Kami akan menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa
kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara
Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu di sekelilingnya untuk merapat
dan menghimpitnya.
Warga yang
hadir di tempat itu juga berusaha untuk membantu dengan mengulurkan seutas
tambang hingga ke dasar lubang, namun sama sekali tidak disentuh atau dipegang
oleh Seruni.
Merasa
khawatir, Sang Ayah memutuskan untuk menyusul puterinya masuk ke dalam lubang,
“Bu, pegang obor ini! Saya akan turun menjemput anak kita!”
“Jangan
gegabah, Pak. Lubang ini sangat berbahaya!” cegah sang isteri.
“Benar Pak,
lubang ini sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang tetangganya.
Setelah
ayah Seruni mengurungkan niatnya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan bumi
pun bergoncang dahsyat yang membuat lubang secara perlahan merapat dan tertutup
dengan sendirinya. Seruni yang berada di dalam lubang akhirnya terhimpit dan
tidak dapat diselamatkan.
Beberapa
saat setelah gempa berhenti, di atas lubang yang telah tertutup itu muncullah
sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis yang seolah-olah
menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Orang-orang yang melihat
kejadian itu mempercayai bahwa batu itu adalah penjelmaan dari Seruni dan
kemudian menamainya sebagai “Batu Gantung”.
Dan, karena
ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga hanyalah “parapat, parapat, dan
parapat”, maka daerah di sekitar Batu Gantung kemudian diberi nama Parapat.
Kini Parapat telah menjelma menjadi salah satu kota tujuan wisata di Provinsi Sumatera
Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar